PRABU JAYABAYA
Ramalan
Jayabaya atau sering disebut jangka Jayabaya adalah ramalan dalam
tradisi Jawa yang salah satunya dipercaya ditulis oleh Jayabaya,
raja Kerajaan Kadiri. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan
masyarakat Jawa yg dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga.
Asal-usul utama serat ramalan Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musasar yang
digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keasliannya,
tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang menuliskan bahwa
Jayabaya yang membuat ramalan-ramalan tersebut.
“
|
Kitab
Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh
takut dan takluk, tak ada yang berani.
|
”
|
Meskipun
demikian, kenyataannya dua pujangga yang hidup sezaman dengan Prabu
Jayabaya, yakni Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, sama sekali tidak
menyebut bahwa bahwa Prabu Jayabaya memiliki karya tulis dalam kitab-kitab
mereka yang berjudul Kakawin Bharatayuddha, [[Kakawin Hariwangsa],]
dan Kakawin Gatotkacasraya. Kakawin Bharatayuddha hanya menceritakan
peperangan antara kaum Korawa dan Pandawa yang disebut
peperangan Bharatayuddha, sedangkan Kakawin Hariwangsa dan Kakawin
Gatotkacasraya berisi tentang cerita ketika sang prabu Kresna ingin
menikah dengan Rukmini dari negeri Kundina, putri prabu Bismaka.
Rukmini adalah titisan Dewi Sri.
Asal-usul
Dari
berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Jayabaya, maka pada umumnya
para sarjana sepakat bahwa sumber ramalan ini sebenarnya hanya satu,
yakni Kitab Asrar(Musarar) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan
Giri ke-3) yang kumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M,
hanya selisih 5 tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang
sejarah Majapahit dan Singosari yang ditulis di pulau Bali 1535
Saka atau 1613 M. Jadi penulisan sumber ini sudah sejak zamannya Sultan
Agung dari Mataram bertahta (1613-1645 M).
Kitab
Jangka Jayabaya pertama dan dipandang asli, adalah dari buah karya Pangeran
Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang
dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M. Sang Pujangga ini memang
seorang pangeran yang bebas. Mempunyai hak merdeka, yang artinya punya
kekuasaan wilayah "Perdikan" yang berkedudukan di Kadilangu, dekat
Demak. Memang beliau keturunan Sunan Kalijaga, sehingga logis bila beliau
dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang riwayat
masuknya Sang Brawijaya terakhir (ke-5) mengikuti agama baru, Islam,
sebagai pertemuan segitiga antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V dan Penasehat
Sang Baginda benama Sabda Palon dan Nayagenggong.
Disamping
itu beliau menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura tatkala
zamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya sang Pangeran ini berupa
buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad
Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu, dll. Tatkala Sri Paku
Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di Semarang, Gubernur Jenderalnya
benama van Outhoorn yang memerintah pada tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G
van Hoorn (1705-1706), Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu masih muda.
Didatangkan pula di Semarang sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk kejayaan
Keraton pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn.
Ketika
keraton Kartasura akan dipindahkan ke desa Sala, sang Pujangga diminta
pandapatnya oleh Sri Paku Buwana II. Ia kemudian diserahi tugas dan kewajiban
sebagai peneliti untuk menyelidiki keadaan tanah di desa Sala, yang terpilih
untuk mendirikan keraton yang akan didirikan tahun 1669 Jawa (1744 M).
Sang
Pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam'iah 1672 Jawa 1747 M,
yang pada zamannya Sri Paku Buwono 11 di Surakarta. Kedudukannya sebagai
Pangeran Merdeka diganti oleh puteranya sendiri yakni Pangeran Soemekar, lalu
berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu (Pangeran Kadilangu III),
sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton Surakarta diganti oleh Ngabehi
Yasadipura I, pada hari Kemis Legi,10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa = 1747 M.
Analisis
Jangka
Jayabaya yang kita kenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang
sebenarnya untuk menyebut "Kitab Asrar" Karangan Sunan Giri ke-3
tersebut. Selanjutnya para pujangga dibelakang juga menyebut nama baru itu.
Kitab
Asrar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir
bergantinya negara sejak zaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit lalu diganti
dengan Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Islam pertama di Jawa yang disebut sebagai
”Giri Kedaton". Giri Kedaton ini nampaknya Merupakan zaman peralihan
kekuasaan Islam pertama di Jawa yang berlangsung antara 1478-1481 M, yakni
sebelum Raden Patah dinobatkan sebagai Sultan di Demak oleh para Wali pada 1481
M. Namun demikian adanya keraton Islam di Giri ini masih bersifat ”Hakikat” dan
diteruskan juga sampai zaman Sunan Giri ke-3.
Sejak
Sunan Giri ke-3 ini praktis kekuasaannya berakhir karena penaklukkan yang
dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram; Sejak Raden Patah naik tahta (1481)
Sunan Ratu dari Giri Kedatan ini lalu turun tahta kerajaan, diganti oleh Ratu
seluruh jajatah, ialah Sultan di Demak, Raden Patah. Jadi keraton di Giri ini
kira-kira berdiri antara 1478-1481 M atau lebih lama lagi, yakni sejak Sunan
Giri pertama mendirikannya atau mungkin sudah sejak Maulana Malik Ibrahim yang
wafat pada tahun 1419 M (882 H). Setelah kesultanan Demak jatuh pada masa
Sultan Trenggono, lalu tahta kerajaan jatuh ke tangan raja yang mendapat
julukan sebagai "Ratu Bobodo") ialah Sultan Pajang. Disebut demikian
karena pengaruh kalangan Ki Ageng yang berorientasi setengah Budha/Hindu dan
setengah Islam di bawah pengaruh kebatinan Siti Jenar, yang juga hendak di
basmi pengaruhnya sejak para Wali masih hidup.
Setelah
Kerajaan ini jatuh pula, lalu di ganti oleh penguasa baru yakni, Ratu
Sundarowang ialah Mataram bertahta dengan gelar Prabu Hanyokro Kusumo (Sultan
Agung) yang berkuasa di seluruh Jawa dan Madura. Di kelak kemudian hari
(ditinjau, dari sudut alam pikiran Sri Sultan Agung dari Mataram ini) akan
muncullah seorang raja bertahta di wilayah kerajaan Sundarowang ini ialah
seorang raja Waliyullah yang bergelar Sang Prabu Herucakra yang berkuasa di
seluruh Jawa-Madura, Patani dan Sriwijaya.
Wasiat
Sultan Agung itu mengandung kalimat ramalan, bahwa kelak sesudah beliau turun
dari tahta, kerajaan besar ini akan pulih kembali kewibawaannya, justru nanti
dizaman jauh sesudah Sultan Agung wafat. Ini berarti raja-raja pengganti beliau
dinilai (secara pandangan batin) sebagai raja-raja yang tidak bebas merdeka
lagi. Bisa kita maklumi, karena pada tahun-tahun berikutnya praktis Mataram
sudah menjadi negara boneka VOC yang menjadi musuh Sultan Agung (ingat perang
Sultan Agung dengan VOC tahun 1628 & 1629 yang diluruk ke Jakarta/ Batavia
oleh Sultan Agung).
Oleh
Pujangga, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan pendirian dan cara yang
lain, yakni dengan jalan mengambil pokok/permulaan cerita Raja Jayabaya dari
Kediri. Nama mana diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang dikarang oleh Mpu
Sedah pada tahun 1079 Saka = 1157 M atas titah Sri Jayabaya di Daha/ Kediri.
Setelah mendapat pathokan/data baru, raja Jayabaya yang memang dikenal
masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulis
kembali, dengan gubahan "JANGKA JAYABAYA" dengan ini yang dipadukan
antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan
negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad.
Lalu
dari hasil, penelitiannya dicarikan Inti sarinya dan diorbitkan dalam bentuk
karya-karya baru dengan harapan dapat menjadi sumber semangat perjuangan bagi
generasi anak cucu di kemudian hari.
Cita-cita
yang pujangga yang dilukiskan sebagai zaman keemasan itu, jelas bersumber
semangat dari gambaran batin Sultan Agung. Jika kita teliti secara kronologi,
sekarang ternyata menunjukan gambaran sebuah negara besar yang berdaulat penuh
yang kini benama "REPUBLIK INDONESIA"!. Kedua sumber yang
diperpadukan itu ternyata senantiasa mengilhami para pujangga yang hidup
diabad-abad kemudian, terutama pujangga terkenal R.Ng., cucu buyut pujangga
Yasadipura I pengganti Pangeran Wijil I.
Jangka
Jayabaya dari Kitab Asrar ini sungguh diperhatikan benar-benar oleh para
pujangga di Surakarta dalam abad 18/19 M dan sudah terang Merupakan sumber
perpustakaan dan kebudayaan Jawa baru. Hal ini ternyata dengan munculnya
karangan-karangan baru, Kitab Asrar/Musarar dan Jayabaya yang hanya bersifat
ramalan belaka. Sehingga setelah itu tumbuh bermacam-macam versi teristimewa
karangan baru Serat Jayabaya yang bersifat hakikat bercampur jangka atau
ramalan, akan tetapi dengan ujaran yang dihubungkan dengan lingkungan
historisnya satu sama lain sehingga merupakan tambahan riwayat buat negeri ini.
Semua
itu telah berasal dari satu sumber benih, yakni Kitab Asrar karya Sunan Giri
ke-3 dan Jangka Jayabaya gubahan dari kitab Asrar tadi, plus serat Mahabarata karangan
Mpu Sedah & Panuluh. Dengan demikian, Jangka Jayabaya ini ditulis kembali
dengan gubahan oleh Pangeran Wijil I pada tahun 1675 Jawa (1749 M) bersama
dengan gubahannya yang berbentuk puisi, yakni Kitab Musarar. Dengan begitu
menjadi jelaslah apa yang kita baca sekarang ini.
Kitab Musasar Jayabaya
Asmarandana
1. Kitab
Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut
dan takluk, tak ada yang berani.
2. Beliau
sakti sebab titisan Batara wisnu. Waktu itu Sang Prabu menjadi raja agung,
pasukannya raja-raja.
3. Terkisahkan
bahwa Sang Prabu punya putra lelaki yang tampan. Sesudah dewasa dijadikan raja
di Pagedongan. Sangat raharja negara-nya.
4. Hal
tersebut menggembirakan Sang Prabu. Waktu itu tersebutkan Sang Prabu akan
mendapat tamu, seorang raja pandita dari Rum bernama, Sultan Maolana.
5. Lengkapnya
bernama Ngali Samsujen. Kedatangannya disambut sebaik-baiknya. Sebab tamu
tersebut seorang raja pandita lain bangsa pantas dihormati.
6. Setelah
duduk Sultan Ngali Samsujen berkata: “Sang Prabu Jayabaya, perkenankan saya
memberi petuah padamu menge.nai Kitab Musarar.
7. Yang
menyebutkan tinggal tiga kali lagi kemudian kerajaanmu akan diganti oleh orang
lain”. Sang Prabu mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Karena beliau telah
mengerti kehendak Dewata.
8. Sang
Prabu segera menjadi murid sang Raja Pandita. Segala isi Kitab Musarar sudah
diketahui semua. Beliaupun ingat tinggal menitis 3 kali.
9. Kelak
akan diletakkan dalam teken Sang Pandita yang ditinggal di Kakbah yang membawa
Imam Supingi untuk menaikkan kutbah,
10. Senjata
ecis itu yang bernama Udharati. Dikelak kemudian hari ada Maolana masih cucu
Rasul yang mengembara sampai ke P. Jawa membawa ecis tersebut. Kelak menjadi
punden Tanah Jawa.
11. Raja
Pandita pamit dan musnah dari tempat duduk. Kemudian terkisahkan setelah satu
bulan Sang Prabu memanggil putranya.
12. Setelah
sang putra datang lalu diajak ke gunung Padang. Ayah dan putra itu setelah
datang lalu naik ke gunung.
13. Di
sana ada Ajar bernama Ajar Subrata. Menjemput Prabu Jayabaya seorang raja yang
berincoknito termasuk titisan Batara Wisnu..
14. Karenanya
Sang Prabu sangat waspada, tahu sebelum kejadian mengenai raja-raja karena Sang
Prabu menerima sasmita gaib.
15. Bila
Islam seperti Nabi. Prabu Jayabaya bercengkrama di gunung sudah lama. Bertemu
dengan ki Ajar di gunung Padang. Yang bertapa brata sehingga apa yang
dikehendaki terjadi.
16. Tergopoh-gopoh
menghormati. Setelah duduk ki Ajar memanggil seorang endang yang membawa
sesaji. Berwarna-warni isinya. Tujuh warna-warni dan lengkap delapan dengarn
endangnya.
17. Jadah
(ketan) setakir, bawang putih satu talam, kembang melati satu bungkus, darah
sepitrah, kunir sarimpang, sebatang pohon kajar dan kembang mojar satu bungkus.
18. Kedelapan
endang seorang. Kemudian ki Ajar menghaturkan sembah : “Inilah hidangan
kami untuk sang Prabu”. Sang Prabu waspada kemudian menarik senjata kerisnya.
19. Ki
Ajar ditikam mati. Demikian juga endangnya. Keris kemudian dimasukkan lagi.
Cantrik-cantrik berlarian karena takut. Sedangkan raja putra kecewa melihat
perbuatan ayahnya.
20. Sang
putra akan bertanya merasa takut. Kemudian merekapun pulang. Datang di kedaton
Sang Prabu berbicara dengan putranya.
21. Heh
anakku. Kamu tahu ulah si Ajar yang saya bunuh. Sebab berdosa kepada guru saya
Sultan Maolana Ngali Samsujen tatkala masih muda.
Sinom
1. Dia
itu sudah diwejang (diberitahu) oleh guru mengenai kitab Musarar. Sama seperti
saya. Namun dia menyalahi janji, musnah raja-raja di P. Jawa. Toh saya sudah
diberitahu bahwa saya tinggal 3 kali lagi.
2. Bila
sudah menitis tiga kali kemudian ada zaman lagi bukan perbuatan saya. Sudah
dikatakan oleh Maolana Ngali tidak mungkin berobah lagi. Diberi lambang zaman
Catur semune segara asat.
3. Itulah
Jenggala, Kediri, Singasari dan Ngurawan. Empat raja itu masih kekuasaan saya.
Negaranya bahagia diatas bumi. Menghancurkan keburukan.
4. Setelah
100 tahun musnah keempat kerajaan tersebut. Kemudian ada zaman lagi yang bukan
milik saya, sebab saya sudah terpisah dengan saudara-saudara ditempat yang
rahasia.
5. Di
dalam teken sang guru Maolana Ngali. Demikian harap diketahui oleh anak cucu
bahwa akan ada zaman Anderpati yang bernama Kala-wisesa.
6. Lambangnya:
Sumilir naga kentir semune liman pepeka. Itu negara Pajajaran. Negara tersebut
tanpa keadilan dan tata negara, Setelah seratus tahun kemudian musnah.
7. Sebab
berperang dengan saudara. Hasil bumi diberi pajak emas. Sebab saya mendapat
hidangan Kunir sarimpang dari ki Ajar. Kemudian berganti zaman di Majapahit
dengan rajanya Prabu Brawijaya.
8. Demikian
nama raja bergelar Sang Rajapati Dewanata. Alamnya disebut Anderpati, lamanya
sepuluh windu (80 tahun). Hasil negara berupa picis (uang). Ternyata waktu itu
dari hidangan ki Ajar.
9. Hidangannya
Jadah satu takir. Lambangnya waktu itu Sima galak semune curiga ketul. Kemudian
berganti zaman lagi. Di Gelagahwangi dengan ibukota di Demak. Ada agama dengan
pemimpinnya bergelar Diyati Kalawisaya.
10. Enam
puluh lima tahun kemudian musnah. Yang bertahta Ratu Adil serta wali dan
pandita semuanya cinta. Pajak rakyat berupa uang. Temyata saya diberi hidangan
bunga Melati oleh ki Ajar.
11. Negara
tersebut diberi lambang: Kekesahan durung kongsi kaselak kampuhe bedah.
Kemudian berganti zaman Kalajangga. Beribukota Pajang dengan hukum seperti di
Demak. Tidak diganti oleh anaknya. 36 tahun kemudian musnah.
12. Negara
ini diberi lambang: cangkrama putung watange. Orang di desa terkena pajak
pakaian dan uang. Sebab ki Ajar dahulu memberi hidangan sebatang pohon kajar.
Kemudian berganti zaman di Mataram. Kalasakti Prabu Anyakrakusuma.
13. Dicintai
pasukannya. Kuat angkatan perangnya dan kaya, disegani seluruh bangsa Jawa.
Bahkan juga sebagai gantinya Ajar dan wali serta pandita, bersatu dalam diri
Sang Prabu yang adil.
14. Raja
perkasa tetapi berbudi halus. Rakyat kena pajak reyal. Sebab waktu itu saya
mendapat hidangan bawang putih dari ki Ajar. Rajanya diberi gelar: Sura Kalpa
semune lintang sinipat.
15. Kemudian
berganti lagi dengan lambang: Kembang sempol Semune modin tanpa sreban. Raja
yang keempat yang penghabisan diberi lambang Kalpa sru kanaka putung. Seratus
tahun kemudian musnah sebab melawan sekutu. Kemudian ada nakhoda yang datang
berdagang.
16. Berdagang
di tanah Jawa kemudian mendapat sejengkal tanah. Lama kelamaan ikut perang dan
selalu menang, sehingga terpandang di pulau Jawa. zaman sudah berganti meskipun
masih keturunan Mataram. Negara bernama Nyakkrawati dan ibukota di Pajang.
17. Raja
berpasukan campur aduk. Disegani setanah Jawa. Yang memulai menjadi raja dengan
gelar Layon keli semune satriya brangti. Kemudian berganti raja yang bergelar:
semune kenya musoni. Tidak lama kemudian berganti.
18. Nama
rajanya Lung gadung rara nglikasi(Raja yang penuh inisiatif dalam segala hal,
namun memiliki kelemahan suka wanita) kemudian berganti gajah meta semune tengu
lelaki (Raja yang disegani/ditakuti, namun nista.) Enam puluh tahun menerima
kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan.
19. Waktu
itu pajaknya rakyat adalah Uang anggris dan uwang. Sebab saya diberi hidangan
darah sepitrah. Kemudian negara geger. Tanah tidak berkasiat, pemerintah rusak.
Rakyat celaka. Bermacam-macam bencana yang tidak dapat ditolak.
20. Negara
rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian
berganti zaman Kutila. Rajanya Kara Murka(Raja-raja yang saling balas dendam.).
Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram(Dua kekuatan pimpinan yang saling
jegal ingin menjatuhkan).
21. Nakhoda(Orang
asing)ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana (Orang arif dan
bijak) tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan
besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu , randa loro nututi pijer
tetukar(( Ratu yang selalu diikuti/diintai dua saudara wanita tua untuk
menggantikannya).
22. Tidak
berkesempatan menghias diri(Raja yang tidak sempat mengatur negara sebab adanya
masalah-masalah yang merepotkan ), sinjang kemben tan tinolih itu sebuah
lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang
Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.
23. Pajak
rakyat banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak membuat kenyang.
Hasilnya berkurang. orang jahat makin menjadi-jadi Orang besar hatinya jail.
Makin hari makin bertambah kesengsaraan negara.
24. Hukum
dan pengadilan negara tidak berguna. Perintah berganti-ganti. Keadilan tidak
ada. Yang benar dianggap salah. Yang jahat dianggap benar. Setan menyamar
sebagai wahyu. Banyak orang melupakan Tuhan dan orang tua.
25. Wanita
hilang kehormatannya. Sebab saya diberi hidangan Endang seorang oleh ki Ajar.
Mulai perang tidak berakhir. Kemudian ada tanda negara pecah.
26. Banyak
hal-hal yang luar biasa. Hujan salah waktu. Banyak gempa dan gerhana. Nyawa
tidak berharga. Tanah Jawa berantakan. Kemudian raja Kara Murka Kutila musnah.
27. Kemudian
kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang(Raja berhati putih
namun masih tersembunyi). Lahir di bumi Mekah(Orang Islam yang sangat
bertauhid). Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan
di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.
28. Raja
keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa(Orang Islam yang
sangat menghormati leluhurnya dan menyatu dengan ajaran tradisi Jawa (kawruh
Jawa)). Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai
pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.
29. Waktu
itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab saya diberi hidangan bunga
seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik sekali. Orangnya tampan
senyumnya manis sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar