Rabu, 05 Oktober 2016

Karamah

Karamah, Keajaiban Orang Saleh

Karamah adalah keluarbiasaan pada diri seseorang diluar jangkauan akal.
Karamah adalah hal-hal luar biasa yang diberikan oleh Allah SWT kepada para wali. Jika kepada orang musyrik disebut istitroj. Kalau kepada para nabi dinamakan mukjizat. Karamah bermakna kemuliaan atau kekeramatan. Yaitu kekuatan spiritual atau keajaiban yang dianugrahkan oleh Allah Yang Maha Pemurah (Al-Karim) kepada segenap wali_Nya (auliya). Di kalangan sufi, anugrah yang paling besar adalah pengetahuan tentang Allah.
Karamah bermakna kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepada siapa saja yang dikehendaki dari hamba-Nya. Bahkan pada diri setiap keturunan Adam as, telah terdapat kemuliaan bila dibandingkan dengan makhluk lainnya. Salah satu dari macam karamah adalah ilmu yang didapat tanpa belajar (ilmun bila ta'allun), yang disebut ilmu laddunu. Istilah karamah dimaksudkan oleh para sufi untuk menunjukkan tentang keistimewaan tertentu yang dimiliki oleh para wali dan orang-orang yang saleh.
Istilah karamah tidak digunakan dalam pengertian kekuatan fisik yang dapat dimiliki oleh setiap orang, melainkan ia searti dengan istilah dalam bahasa Sansekerta Siddi, yang menunjukkan sebuah derat spiritual.
Karamah termasuk bagian dari mu'jizat para nabi. Hanya saja, bila mu'jizat bersifat otonom, karamah para wali bersifat taba'iyah, yakni mukjizat menunjukkan kebenaran seorang rasul, sedangkan karamah yang datangnya dari wali menunjukkan kejujuran dalam mengikuti syariat rasul tersebut. Oleh karena itu, ajaran yang diikutinya berarti benar. Dari alasan itu dapat disimpulkan setiap karamah bagi seorang wali adalah mu'jizat bagi para nabi.
Munculnya Karamah dikarenakan kuatnya keimanan dan ketakwaan dia kepada Allah dan disebabkan wara'nya. Kelebihan yang luar biasa itu justru menjadikan yang bersangkutan tambah beriman kepada Allah. Lebih istiqamah dalam ibadahnya. Jadi karamah itu sesungguhnya hanyalah cara Allah memberikan pelajaran kepada yang diberi karamah agar pelajaran kepada yang yang diberikan karamah agar perjalanan ruhaninya tidak berhenti, sehingga semakin menanjak, semakin naik, bukan untuk menunjukkan keistimewaannya.

Sabtu, 30 Juli 2016

Kesaktian Keris



Keris dan Kesaktian   




Setiap daerah umumnya memiliki tokoh-tokoh sakti dunia persilatan sendiri-sendiri yang dibanggakan dan dijadikan panutan. Tradisi pencak silat dan ilmu kesaktian diturunkan dari seorang guru kepada murid-muridnyadan dari seseorang kepada anak keturunannya dan sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain.

Pelajaran dan pelatihan ilmu silat bukan hanya berkenaan dengan kesaktian kanuragan, tetapi juga menjadi bagian dari latihan spiritual.  Walaupun gerakan dan jurus-jurusnya banyak mengenai upaya membela diri dan menyerang lawan, tetapi ada filosofi yang ditanamkan di dalamnya, yaitu tujuan utama belajar ilmu beladiri bukanlah untuk menjadi jagoan atau untuk kesombongan, tetapi yang utama adalah untuk keselamatan, keselamatan diri sendiri dan juga keselamatan orang lain, dan untuk membela kebenaran. Tujuan belajar ilmu beladiri adalah sebagai sarana membentuk pribadi ksatria yang membela kebenaran dan keadilan dan membela yang tertindas.

Bentuk pencak silat dan alirannya pun berbeda-beda. Sebagian aliran pencak silat merupakan ajaran asli dari keilmuan seseorang. 
Sebagian lain adalah pencak silat yang keilmuannya berasal dari aliran-aliran pencak silat lain yang dikombinasikan menjadi satu aliran baru yang lebih lengkap unsur-unsur keilmuannya. Banyak juga aliran pencak silat yang jurus-jurus gerakan silatnya asalnya berasal dari pengamatan atas perkelahian binatang liar. Gerakan harimau si raja hutan yang kuat dan ganas, dan gerakan kera yang lincah dan cerdik, adalah contoh-contoh yang banyak ditiru dalam gerakan silat. Dan sudah umum bahwa dalam banyak perguruan silat juga diajarkan penggunaan tenaga supernatural.

Tenaga supernatural dalam bentuk yang disebut tenaga dalam, kekuatan batin atau ilmu 
gaib dan ilmu khodammerupakan sarana pengganda kekuatan atau untuk tameng pertahanan. Gerakan-gerakan yang dilambari tenaga supernatural akan menjadi berlipat-lipat kekuatannya dibandingkan yang hanya menggunakan tenaga fisik saja.  Aspek olah raga, aspek bela diri dan aspek tenaga supernatural inilah yang telah membuat pencak silat menjadi terkenal di belahan bumi lain seperti di Eropa, Kanada dan Australia.

Pencak silat hanyalah sebagian saja dari ilmu kesaktian kanuragan. Pada jaman dulu, di tanah Jawa, termasuk Jawa Barat, ilmu kesaktian 
kanuragan, selain pencak silat dan tenaga dalam, banyak diisi dengan kekuatan dari olah kebatinan yang merupakan inti utama kekuatan kesaktian seseorang. Sekarang, olah kebatinan ini sudah banyak digantikan dengan ilmu gaib dan ilmu khodam, dengan mantra dan khodam, yang walaupun lebih mudah mempelajarinya dan langsung bisa dilihat hasilnya, tetapi telah banyak mengurangi perkembangan dan budayapencak silat itu sendiri dan keasliannya, bahkan tanpa belajar pencak silat pun pada masa sekarang ini orang dapat menjadi sakti hanya dengan khodam dan mengamalkan ilmu gaib.

Perkembangan ilmu pencak silat selalu disertai dengan kemahiran penggunaan senjata, baik dalam pelajaran menggunakannya ataupun dalam pelajaran bagaimana menangkalnya. Pada jaman dulu, di Jawa  (Jawa Tengah dan Jawa Timur)  sesakti apapun seseorang dan apapun senjata yang dipakainya, biasanya ia juga memiliki sebuah keris sebagai senjata pamungkas andalannya. Walaupun senjata andalannya 
sehari-hari adalah golok, pedang, cemeti, tombak, dsb, tetap saja keris menjadi senjata pamungkasnya. Hal ini didasari pada keyakinan tentang adanya kegaiban di dalam keris. Dalam kesaktian mereka sendiri sudah terkandung kekuatan gaib dalam penggunaannya. Dan pamungkas penggunaan sebuah keris, selain untuk menambah kekuatan gaib kesaktiannya, juga untuk menandingi / melunturkan kesaktian gaib lawannya.


Tingkat kesaktian seseorang sangat menentukan derajat dan kepangkatannya di dalam struktur kerajaan. Kepala-kepala prajurit, senopati, dsb, biasanya dipilih dari orang-orang yang memiliki kesaktian lebih untuk memimpin prajurit di bawahnya. Kesaktian itu bersifat pribadi dan didapat dari pelajaran tersendiri di luar kerajaan. Di dalam kerajaan sendiri ada pelatihan pencak silat, olah fisik dan olah batin tersendiri yang resmi dan dikhususkan untuk digunakan oleh para prajurit dalam peperangan, terutama untuk keseragaman formasi keprajuritan dan membina ketangguhan prajurit. Kekuatan ketentaraan suatu kerajaan, bukan hanya ditentukan oleh bentuk persenjataan dan banyaknya jumlah tentara, tetapi juga ketangguhan personel tentaranya dalam menghadapi pasukan lawan.

Pada jaman Kerajaan Singasari tentaranya mendapatkan pelajaran resmi gerakan silat keprajuritan berdasarkan gerakan banteng dan 
singa (macan). 

Di dalam formasi bertahan atau menyerang, 
barisan bertahan dan menyerang seperti banteng ini, selain menguatkan fisik tentaranya, juga sangat ampuh untuk mengalahkan pasukan lawan. Dengan bersenjatakan tombak panjang atau pedang, dengan barisan yang rapat, bergerak menyerang maju menusuk dan mundur bertahan dan gerakan kaki menghentak ke tanah, teratur saling mengisi dan melindungi, gerakan barisan banteng ini membuat tentara lawan terdesak dan tak ada ruang untuk menghindar, kecuali mundur atau kabur. Dan sifat-sifat banteng ketaton (banteng marah karena terluka) siap diterapkan dalam kondisi terdesak, tidak ada kata kalah dan mundur, lebih baik sama-sama hancur. 
Gerakan bertahan dan menyerang seperti macan atau singa diterapkan pada saat formasinya terpecah. Para prajurit membentuk kelompok-kelompok kecil seperti sekawanan singa dan melakukan serangan seperti macan mengamuk. 

Dengan banyaknya jumlah tentara dan baiknya ketangguhan keprajuritannya itu kerajaan Singasari berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dengan menundukkan banyak kerajaan di banyak wilayah, bahkan sampai ke negeri seberang, negeri Laos, Vietnam dan Kamboja. 
Kerajaan-kerajaan di Jawa Barat tidaklah sama seperti kerajaan-kerajaan di Jawa (Jawa Timur / Jawa Tengah). Di Jawa Barat kerajaannya kecil-kecil, raja-rajanya lebih menyerupai penguasa-penguasa kecil di wilayah yang juga kecil-kecil. Mereka juga tidak memiliki banyak pasukan tentara, sehingga banyak mengandalkan bantuan dari rakyat sipil dan para pendekar di wilayahnya. Para pembesar dan raja-rajanya lebih cenderung berperilaku sebagai orang-orang sakti yang sering turun gunung dan malang melintang di dunia persilatan. Karena itulah ilmu ketentaraan dan kerajaan-kerajaannya tidak berkembang seperti di Jawa. 

Pada jaman tersebut di tanah Pasundan juga berkembang banyak pencak silat harimau / macan. Walaupun
pencak silat macan ini tidak diajarkan sebagai pelajaran resmi keprajuritan, tetapi para prajurit, senopati, dsb, biasanya menguasai pencak silat macan sebagai ilmu kesaktian pribadi dari pelajaran kesaktiannya di luar kerajaan (ada pencak silat macan yang khusus diajarkan untuk anggota keluarga kerajaan, tapi tidak diajarkan resmi untuk keprajuritan). Di dalam peperangan, ilmu macan pasundan juga dipraktekkan dengan ilmu auman macan yang terdengar seperti auman seribu macan yang berfungsi meruntuhkan mental prajurit lawan, berbeda dengan di Jawa yang dalam ketentaraannya hanya menggunakan formasi dan gerakan-gerakan macan saja (walaupun ada juga ilmu auman macan seperti ilmu senggoro macan, tetapi tidak resmi digunakan di dalam ketentaraan). 

Ilmu-ilmu kesaktian tersebut, selain dilambari dengan 
kekuatan kebatinan, juga tidak terlepas dari pengetahuan manusia tentang roh-roh halus yang banyak digunakan sebagai khodam ilmu, pengganda kekuatan kesaktian seseorang. Bahkan di Jawa Barat ada beberapa kerajaan yang memiliki pasukan gaib berupa roh-roh gaib berwujud harimau. Yang terkenal contohnya adalah pasukan harimau gaib di bawah pemerintahan Prabu Siliwangi Pajajaran. Juga kerajaan Galuh, yang secara fisik sudah tidak ada, tetapi kerajaannya secara gaib masih ada, di kota Cianjur, yang di sekitar bangunan gaib kerajaan itu berdiri ada juga bangunan-bangunan lain yang adalah tempat tinggal raja, keluarga dan para putri raja, prajurit dan senopati yang tetap setia kepada rajanya, beserta sukma-sukma mereka disana. Kerajaan gaib itu dijaga oleh sembilan sosok gaib harimau sakti yang masing-masing lebih tinggi berlipat-lipat kekuatannya daripada Ibu Ratu Kidul.

Sedangkan perkembangan ilmu kesaktian di kerajaan Singasari dan Majapahit, selain dipengaruhi filosofi singa dan banteng, kemudian juga dilhami oleh sosok gaib berwujud naga. Yang terutama berpengaruh adalah sifat dari sosok gaib naga yang gagah dan berwatak penguasa. Simbol-simbol naga kemudian banyak digunakan sebagai simbol penguasa, 
simbol raja dan keluarga raja atau para bangsawan, selain simbol naga yang sudah diwujudkan pada bentuk-bentuk dapur keris jawa.

Isi gaib (khodam) keris kesaktian pun berkembang juga. Yang semula sosok wujud gaibnya banyak berwujud seperti manusia laki-laki tinggi besar / ksatria atau bapak-bapak berjubah, kemudian 
sosok wujud gaibnya juga banyak yang berwujud naga. Contohnya yang terkenal adalah sepasang keris Nagasasra dan Sabuk Inten yang sosok gaibnya berwujud ular naga besar berwarna hitam. Yang satu sisiknya berkilau kekuningan seperti emas, yang satunya lagi memiliki perlik-perlik berkilau seperti intan melingkari tubuhnya. Masing-masing naga tersebut panjangnya + 5 km dan bermahkota. Atau juga keris Kyai Sengkelat yang isi gaib kerisnya berwujud ular naga berwarna hitam gelap. Walaupun ukuran tubuhnya hanya 1/4 naga-naga tersebut di atas dan tidak bermahkota, tetapi lebih sakti daripada mereka semua. 


Ilmu kesaktian ketentaraan kerajaan mencapai puncak kejayaannya pada jaman Mahapatih Gajah Mada. Ilmu ketentaraan disempurnakan dengan keilmuan yang didasarkan pada sifat-sifat gajah, yaitu besar, kuat dan menakutkan (ilmu ini juga diilhami oleh sifat-sifat kesaktian dewa pujaan mereka, yaitu Ganesha). Dalam penggunaannya, dengan dilambari kekuatan batin, mereka membuat suara riuh sambil menjejakkan kaki di tanah, membuat bumi seolah-olah bergetar membuat mental pasukan lawan runtuh. Bahkan dalam kasus perang Bubat dengan keilmuan ketentaraan ini pasukan Majapahit tidak hanya dapat melunturkan pengaruh auman ilmu macan Pasundan, tetapi juga merontokkan mental lawan dan membuat barisannya kacau balau. 

Dengan kekuatan ketentaraannya ini kerajaan Majapahit berjaya mengembangkan kekuasaannya bukan hanya ke utara seperti pada jaman Singasari, tetapi juga ke timur dan ke barat. Bahkan Sriwijaya, kerajaan terkuat di wilayah barat pun ditaklukannya. Dan pasukan Mongol yang beberapa kali datang untuk menaklukkan Majapahit pun berhasil dipukul mundur. 
Dengan filosofi gajah itu Gajah Mada membuat fisik pasukannya menjadi kuat dan bermental baja. Gajah Madasendiri, selain berkekuatan besar dan berkesaktian tinggi, juga menggunakan untuk dirinya sendiri suatu ilmu yang disebut ilmu gajah atau ilmu lembu sekilan, suatu ilmu untuk mengeraskan dan memadatkan kekuatankebatinan dan tenaga dalam sampai menjadi setebal sejengkal dari kulit tubuhnya, menjadikannya berkekuatan besar dan berkesaktian tinggi, menjadikan tubuhnya kuat dan tak dapat dikenai pukulan dan segala macam senjata tajam dan pusaka, dan tak mempan sihir dan santet, suatu jenis ilmu kesaktian kekuatan dan pertahanan tubuh yang didasari filosofi gajah yang berbadan besar, kuat dan berkulit tebal, yang menjadikannya jaya tak terkalahkan dalam setiap pertarungan.
Rahasia kejayaan Singasari dan Majapahit ini bukan hanya terletak pada kekuatan ketentaraan dan kesaktian personilnya, tetapi juga kesaktian dari keris-keris sakti mereka. Dalam menaklukkan kerajaan-kerajaan dan negeri-negeri jajahannya, mereka bukan hanya harus berhadapan dengan bala tentara kerajaan lawan, tetapi juga rakyat sipil, tokoh-tokoh sakti dunia persilatan dan para pendekar setempat yang terpanggil untuk membela negerinya. Mereka juga bukan hanya menghadapi kekuatan kesaktian kanuragan manusia, tetapi juga segala macam ilmu kesaktian gaib, serangan gaib sihir, santet, teluh, tenung dan berbagai macam keilmuan gaib musuh-musuhnya. Dan untuk mengalahkan segala bentuk kesaktian itu, selain digunakan kekuatan kesaktian dari diri mereka sendiri, juga digunakan kesaktian dari keris-keris mereka.Penggunaan keris pun berbeda dengan jaman sekarang. Pada jaman dulu, selain tata cara penggunaan keris yang mirip dalam pencak silat keris pada jaman sekarang, penggunaan keris yang utama adalah menyatukan kesaktian gaib keris dengan kesaktian kebatinan pemakainya, sehingga kesaktian kebatinan pemakainya dan kegaiban dari kerisnya menjadi satu kesatuan, orangnya menjadi satu pribadi baru yang kesaktiannya berlipat ganda dibandingkan sebelumnya yang tanpa keris. Senjata di tangan bisa apa saja, tetapi penyatuannya dengan gaib kerisnya menjadikan kekuatan kesaktiannya berlipat ganda, walaupun kerisnya belum dikeluarkan dari sarungnya. Kerisnya hanya akan dikeluarkan bila senjata lain sudah tidak berguna untuk mengalahkan lawannya. Bahkan seorang senopati perang, dalam penyatuan kekuatan kebatinan dengan kerisnya, bila hanya menghadapi lawan setingkat prajurit saja, kekuatan kebatinan lewat sorot matanya saja sudah cukup untuk membuat lawannya terkapar, apalagi bila ia menghunus kerisnya dan ujung kerisnya diarahkan kepada seseorang !

Penggunaan keris tidak hanya sebagai senjata tusuk dan sabet yang di dalamnya mengandung kekuatan gaib, tetapi yang terutama adalah memanfaatkan kekuatan gaib keris itu sendiri untuk disatukan dengan kesaktian kebatinan seseorang. Dalam hal ini penyatuan kesaktian seseorang dengan kekuatan gaib keris mirip dengan penggunaan ilmu khodam, sehingga dengan tambahan kekuatan khodamnya kekuatan ilmu seseorang menjadi berlipat-lipat kekuatannya. Dan dalam pemanfaatan kekuatan gaib keris ini tidak dibutuhkan amalan-amalan seperti dalam ilmu gaib atau ilmu khodam. Yang dibutuhkan hanyalah sugesti kesatuan batin si pengguna dengan kerisnya. Sehingga, walaupun kerisnya belum dikeluarkan dari sarungnya, kekuatan gaibnya sudah bekerja mengikuti sugesti pemakainya. 

Itulah sebabnya sebuah keris bersifat khusus bagi pemakainya, karena benar-benar dibutuhkan kecocokkan antara karakter keris dengan kebatinan penggunanya supaya dapat tercapai kesatuan yang sempurna antara seseorang dengan kerisnya. Seseorang yang sudah sedemikian itu tidak membutuhkan banyak keris yang sakti-sakti, ia hanya butuh satu keris saja, dan itu adalah yang sejalan saja dengan kebatinannya. Dan jelas sekali perbedaan penggunaan keris dengan penggunaan jimat yang hanya dipakai atau dibawa-bawa sebagai pelindung atau penambah kekuatan, tetapi tidak ada penyatuan batin pemakainya dengan kegaibannya, sehingga kemampuan orangnya tidak menjadi berlipat-lipat. 
Pada jaman sekarang orang sudah tidak lagi berbicara tentang kesaktian, tetapi hanya sebatas ilmu bela diri. Penggunaan keris pun hanya sebatas teknik pencak silat keris saja yang memperlakukan keris mirip dengan memperlakukan pisau belati atau senjata tusuk lainnya. Tidak lagi ada penyatuan kesaktian keris dengan kesaktian batin penggunanya. Pada jaman sekarang, kesaktian batin sudah jauh berkurang. Yang sekarang banyak dipelajari orang adalah kekuatan tenaga dalam dan ilmu gaib / khodam, yang sebenarnya hanyalah sebagian saja dari kesaktian kebatinan.


Setelah berakhirnya kerajaan Majapahit, digantikan kerajaan baru di Demak dan berkembangnya agama Islam di Jawa, kekuatan dan keilmuan keterampilan ketentaraan kerajaan sudah jauh berkurang, sehingga kerajaan-kerajaan berikutnya sesudah 
Majapahit tidak ada lagi yang mampu menjadi kerajaan besar yang didukung dengan tentara yang kuat. Keinginan memiliki keris pun sudah banyak berkurang karena alasan haram dan halal dalam agama dan orang lebih suka memiliki jimat batu dan rajahan beraksara Arab. Keris-keris baru yang diciptakan pun sudah jauh berkurang kadar kesaktiannya. Orang mulai mengenakan keris di depan badan dan memperlakukan keris mirip seperti memperlakukan benda jimat, hanya diharapkan tuahnya saja, dan dimanfaatkan untuk keperluan ilmu gaib / perdukunan, hanya dimanfaatkan kekuatan khodamnya saja, tidak ada lagi penyatuan kebatinan orangnya dengan kerisnya.

Kesaktian kebatinan pun sudah berkurang jauh kadarnya, karena orang mulai beralih pada kesaktian ilmu gaib dan ilmu khodam. Ilmu gaib dan ilmu khodam sebenarnya juga bagian dari ilmu kesaktian kebatinan, tetapi orang mulai meninggalkan olah batin dan lebih menekuni ilmu gaib dan ilmu khodam saja, sehingga kadar kesaktian dari menekuni ilmu gaib dan ilmu khodam itu masih jauh di bawah kesaktian keilmuan kebatinan

Itulah sebabnya orang-orang lama kerajaan Majapahit keberadaannya sangat mengkhawatirkan hati orang-orang kerajaan Demak, karena mereka memiliki kesaktian yang sangat tinggi yang jika dikehendaki mereka akan dapat dengan cukup mudah melenyapkan kerajaan Demak dan tentaranya, walaupun Demak didukung oleh para Wali sekalipun. Itulah sebabnya dalam upaya melenyapkan orang-orang itu, para Wali menggunakan alasan bukan alasan tuduhan pemberontakan atau apapun yang mungkin menimbulkan perlawanan dan peperangan yang akan merugikan Demak, tetapi alasan kesesatan ajaran agama Syech Siti Jenar yang mereka anut.


Kerajaan Singasari dan Majapahit tidak memperlakukan negeri-negeri taklukkan mereka sebagai negeri jajahan yang dijarah kekayaan dan hasil buminya, tetapi mereka memperlakukan dengan baik negeri dan kerajaan-kerajaan bawahannya. Bahkan mereka mengenalkan peradaban dan ilmu-ilmu pemerintahan, dan membantu membangun pelabuhan-pelabuhan, selain supaya kapal-kapal mereka lebih mudah untuk merapat, juga membantu negeri tersebut untuk dikunjungi kapal-kapal dagang dari negeri lain untuk melakukan perdagangan, sehingga negeri-negeri tersebut kemudian menjadi lebih maju peradabannya dan lebih makmur.Kerajaan Singasari dan Majapahit telah juga berjasa mempopulerkan keris ke negeri-negeri taklukkan mereka dan juga sering meninggalkan keris-keris bagus sebagai cinderamata kepada kerajaan-kerajaan taklukkannya. Keris-keris itu dimaksudkan selain sebagai tanda persaudaraan / kekeluargaan, juga sebagai tanda / lambang bahwa kebesaran kerajaan Singasari / Majapahit ada di atas kerajaan itu, karena keris adalah juga lambang pemerintahan Jawa. Juga pernah sepasang keris cantik dipersembahkan sebagai mas kawin untuk 2 orang putri kerajaan negeri Campa yang dipinang untuk dibawa ke tanah Jawa.Mereka juga menyebarkan empu-empu keris, tetapi keris-keris yang dibuat di luar Jawa Timur dan Jawa Tengahdan yang dibuat sesudah jaman Majapahit, kualitas tempaan logamnya, dan tingkat kesaktian dan kegaibannya tidak dapat dibandingkan dengan keris-keris Singasari dan Majapahit, hanya bentuknya saja yang indah mengikuti selera dan seni masyarakat setempat. Sampai sekarang keris-keris Singasari dan Majapahit masih banyak dicari orang, bukan hanya karena kualitas tempaan logamnya yang baik sekali, tetapi juga kesaktian gaibnya yang tinggi, sehingga para kolektor keris berani membayar mahal untuk keris-keris tersebut.

Bentuk Keris





Spiritual Keris Lurus dan Keris Luk  



Mungkin awalnya sebuah keris hanyalah menjadi sebuah senjata tikam dan sabet. Tetapi kemudian orang membuat keris memiliki kegaiban di dalamnya, menjadi senjata yang berbeda dengan jenis senjata lain, memiliki suatu kegaiban sebagai senjata tarung sekaligus sebagai alat keselamatan dari serangan gaib.

Seiring perkembangan jaman, 
keris, di pulau Jawa khususnya, memiliki tahapan / jaman yang mempengaruhi bentuk keris. Selain faktor kegaibannya, sebuah keris berkembang menjadi lambang derajat pemiliknya, lebih dari sekedar senjata tarung / perang, yang dibuat khusus oleh empu pembuatnya untuk si pemilik keris. 
Sejak jaman purbakala hingga saat ini keris menemukan bentuknya yang bermacam-macam dan penuh dengan makna spiritual yang dalam dibalik pembuatannya. Orang-orang jaman sekarang akan semakin rumit bila mempelajari keris secara satu per satu, karena memang banyak sekali terkandung makna di dalam masing-masing keris.
Pada jaman sekarang, komunitas perkerisan lebih suka menjelaskan perkerisan dengan cara mempelajari bentuk-bentuk fisik keris, seperti dengan pengamatan pada fisik dapur keris, luk, pamor keris, dsb. Kita juga dapat mempelajarinya dengan membaca buku-buku perkerisan, walaupun tetap perlu adanya penjelasan dari orang yang lebih mengerti tentang perkerisan. 
Secara umum orang berpendapat bahwa ada suatu trend / pakem pembuatan keris yang diikuti oleh para empu dalam membuat keris, sehingga dianggap dari bentuk-bentuk fisik kerisnya dapat diketahui kapan keris itu dibuat, juga dapat diketahui fungsi / tuahnya. Dengan kata lain, orang berpendapat bahwa mereka dapat menilai sebuah keris dengan cara mempelajari pakem tertentu yang diikuti oleh para empu pada jamannya masing-masing dalam membuat keris. 

Pada dasarnya pada awalnya tujuan keris-keris dibuat adalah untuk menunjang kesaktian, kekuasaan dan kewibawaan manusia pemiliknya. Penggunaannya digenggam diasumsikan sebagai kepanjangan tangan, sehingga bentuknya agak besar dan panjang. Keris-keris yang bentuknya agak kecil dan lebih pendek dari keris-keris yang umum biasanya dulunya dibuat untuk orang perempuan, biasanya untuk istri bangsawan, dan untuk rohaniwan dan para sesepuh masyarakat.
Dari bentuknya, secara garis besarnya, ada 2 macam jenis keris, yaitu keris lurus dan keris ber-luk (lekuk). 
Sebagai senjata fisik, keris lurus berfungsi murni sebagai senjata tusuk dan sabet, menjadi senjata yang diandalkan untuk menusuk dan merobek tubuh lawannya. Dan seperti kebanyakan senjata tarung lainnya, racun pada keris (warangan keris) akan sangat menyakiti lawan dan bahkan bisa membunuhnya, walaupun hanya tergores sedikit saja.
Tidak demikian dengan keris ber-luk. Keris ber-luk, selain sebagai senjata tusuk dan sabet, bentuk luk-nya juga berguna dalam menahan dan menangkis senjata lawan, tidak mudah patah bila berbenturan menangkis senjata lawan, dan menghasilkan luka yang lebih lebar dan lebih parah bila berhasil menusuk lawan. Yang terakhir ini sering tidak disadari oleh kebanyakan orang, karena secara filosofis jawa, hal demikian memang tidak pantas diutarakan. Jadi oleh empu pembuatnya, bentuk luk keris memang sengaja dibuat dengan tujuan lain yang tersembunyi, bukan hanya sebagai bentuk pemanis. Selain itu, bentuk luk keris juga menjadi pakem untuk menunjukkan makna spiritual kerisnya. 
Bentuk keris, lurus ataupun ber-luk, dapur keris dan pamor keris (pamor yang sengaja dibuat, bukan yang terjadi dengan sendirinya dalam proses penempaan logam keris), selain menggambarkan jati diri keris itu sendiri, olehempunya juga sengaja dibuat untuk menggambarkan jati diri / kepribadian si manusia pemilik keris (si manusia pertama pemilik keris).
Contoh cara menghitung luk (lekuk) keris :
https://sites.google.com/site/thomchrists/Keris-Jawa-Spiritual-Kebatinan/keris-lurus-dan-keris-luk/keris%20luk%205-2-1.jpg






Contoh keris luk 5.

Berbagai jenis keris pada dasarnya merupakan senjata yang bersifat pusaka (bernilai pribadi secara psikologis bagi pemiliknya) dan menjadi senjata pamungkas dalam penggunaannya. Dalam tulisan ini Penulis ingin menjelaskan sisi spiritual dari masing-masing bentuk luk keris yang mungkin kita memiliki salah satunya sbb :


         Keris Lurus.



Jenis keris lurus adalah jenis keris yang sederhana dalam bentuknya pada awalnya. Namun seiring perkembangan jaman bentuk lurusnya tidak lagi sederhana, karena dihiasi dengan bermacam-macam motif pamordapur keris dan hiasan, seperti pamor udan mas dan melati rinonce
Dalam kategori keris lurus termasuk juga pusaka lain yang bentuknya tidak mirip keris, tetapi dimasukkan dalam kategoti keris, seperti keris berdapurbanyak angrem, keris dapur semaran atau keris yang berbentuk gunungan.

Jenis keris lurus mengandung sisi spiritual dalam pembuatannya sebagai lambang kelurusan hati, kepercayaan diri dan mental yang kuat, keteguhan hati pada tujuan dan sarana pemujaan kepada Sang Pencipta. Sesuai sifat kerisnya itu, si pemilik keris diharapkan selalu menjaga kelurusan dan keteguhan hati, tekun beribadah, menjaga moral dan budi pekerti dan sikap ksatria. 
Keris lurus juga diidentikkan sebagai lambang ksatria, ketulusan hati dan sikap setia pada tanggung jawab, dan menjadi sarana doa untuk menundukkan keilmuan orang-orang jahat, untuk membela kebenaran dan orang-orang yang tertindas. Banyak ksatria jaman dulu yang lebih memilih keris lurus daripada keris ber-luk.
Dalam ritual-ritual pemujaan, selain si pemilik beribadah kepada Yang Maha Kuasa, keris itupun diberi sesaji dan doa sebagai sarana menyatukan kebatinan, menjadi satu kesatuan kebatinan supaya doa-doa sang pemilik keris, bersama kerisnya, dapat sampai kepada Yang Dipuja. Bagi pemiliknya, keris lurus berguna, selain sebagai senjata dan pusaka, juga menjadi sarana untuk membantu dalam kerohanian.




Pada masanya, keris bukan hanya menjadi senjata ataupun pusaka, tetapi juga dianggap sebagai 'berkah' (wahyu) dari dewa kepada sang pemilik keris, sesuai agama manusia pada masa itu. Karena itulah sang pemilik keris akan benar-benar menjaga dan memelihara kerisnya, bahkan juga akan meng-"keramat"-kannya, lebih daripada sekedar senjata atau jimat.

Pada jaman sekarang ini, dibandingkan jenis keris ber-luk, biasanya jenis keris lurus masih memberikan satu rangkaian tuah yang lengkap. Rangkaian kesatuan tuah yang lengkap ini jarang sekali didapatkan dari keris-keris ber-luk pada jaman sekarang ini. Dalam pemeliharaannya, dibandingkan keris ber-luk,biasanya keris lurus lebih banyak menuntut untuk sering diberi sesaji. 
Biasanya ketajaman energi gaib keris lurus dapat dirasakan ketika ujung kerisnya diarahkan kepada seseorang. Secara umum, walaupun bentuknya lebih sederhana, namun keris lurus memiliki kegaiban dan wibawa yang lebih kuat dan lebih wingit  dibandingkan keris ber-luk. Selain itu, karena wibawa kegaibannya yang kuat, banyak keris lurus, terutama yang dulunya dibuat di Jawa Tengah, sebenarnya adalah  Keris Tindih.

           Keris Luk 1.
Dalam pembuatannya, keris-keris ber-luk 1 memiliki makna sebagai sarana untuk membantu pemiliknya mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa dan membantu supaya keinginan-keinginan si pemilik keris dapat lebih cepat tercapai, misalnya keinginan dalam hal kekuasaan, kepangkatan dan derajat.
Angka 1 merupakan lambang harapan dan karunia kesejahteraan, kemakmuran dan kemuliaan. Dibandingkan keris lurus, keris ber-luk 1 lebih menandakan kekuatan hasrat duniawi manusia yang ingin dicapai. 
Biasanya keris ber-luk 1 mengeluarkan hawa aura yang agak panas dan sifat energi yang tajam. Kebanyakan dibuat untuk tujuan kesaktian, kekuasaan dan wibawa.


          Keris Luk 3.


Makna spiritual dalam pembuatan keris ber-luk 1 dan 3 hampir sama, yaitu sebagai lambang kedekatan manusia dengan Sang Pencipta, dan juga sebagai sarana membantu mempercepat tercapainya keinginan-keinginan  sang pemilik keris. 
Dibandingkan keris ber-luk 1, keris ber-luk 3 lebih menonjolkan keseimbangan antara kehidupan kerohanian dan duniawi manusia, keseimbangan antara sisi spiritual dan jasmani, kemapanan duniawi danbatin dalam menjalani kehidupan di dunia.






Dibandingkan keris ber-luk 1,  kegaiban di dalam keris ber-luk 3 lebih dapat menyesuaikan diri dengan kondisi psikologis si manusia pemilik keris. Hawa aura energinya juga biasanya lebih halus danlebih lembut.


           Keris Luk 5.

Contoh keris pulanggeni luk 5.



Pada jaman kerajaan dulu di jawa, keris-
keris ber-luk 5 hanya boleh dimiliki oleh raja, pangeran dan keluarga raja, para bangsawan yang memiliki kekerabatan atau memiliki garis keturunan raja, dan adipati / bupati saja. Orang-orang ningrat. Selain mereka, tidak ada orang lain yang boleh memiliki atau menyimpan keris ber-luk 5. 

Demikianlah aturan yang berlaku di masyarakat perkerisan jaman dulu. Keris-keris ber-luk 5 hanya boleh dimiliki oleh orang-orang 
keturunan raja dan bangsawan kerabat kerajaan, memiliki kemapanan sosial dan menjadi pemimpin di masyarakat. Dengan kata lain, keris ber-luk 5 disebut juga Keris Keningratan.
Biasanya keris-keris ber-luk 5 dibuat untuk tujuan memberikan tuah yang menunjang wibawa kekuasaandan supaya pemiliknya dicintai / dihormati banyak orang. Keris-keris jenis ini diciptakan untuk menjaga wibawa dan karisma keagungan kebangsawanan / keningratan, dihormati dan dicintai rakyat / bawahan, dan menyediakan kesaktian yang diperlukan untuk menjaga wibawa kebangsawanan itu.
Selain keris-keris ber luk 5, yang tergolong dalam jenis keris keningratan adalah pusaka-pusaka yang dulu menjadi lambang kebesaran sebuah kerajaan / kadipaten / kabupaten, yang hanya patut dimiliki oleh seorang raja, adipati, dan bupati jaman dulu atau keturunan mereka yang masih membawa sifat-sifat dan derajat leluhurnya itu. Selain itu, yang tergolong dalam jenis keris keningratan adalah keris-keris berdapur nagasasra yang hanya patut dimiliki oleh seorang raja dan anggota keluarga raja saja, dan keris-kerisberdapur singa barong untuk kelas di bawahnya, yaitu untuk adipati / bupati dan keluarganya.
Sesuai tujuan awal pembuatannya yang hanya untuk dimiliki oleh kalangan ningrat, pada jaman sekarang pun keris-keris ber-luk 5 mengsyaratkan manusia pemiliknya adalah seorang keturunan bangsawan. Jika pemiliknya adalah orang yang tidak memiliki garis keturunan bangsawan, maka keris-keris itu hanya akan diam saja, pasif, tidak memberikan tuahnya.
Pada jaman sekarang jenis keris keningratan ini masih memberikan satu rangkaian tuah yang lengkap, yaitu tuah kesaktian dan wibawa kekuasaanjika, dan hanya jikakeris-keris itu dimiliki oleh orang-orang yang sesuai dengan tuntutan kerisnya. 

Keris-keris yang bertuah keningratan dan kebangsawanan, misalnya
keris-keris ber-luk 5, keris berdapur nagasasra atau singa barong, mengsyaratkan seorang pemilik yang memiliki garis keturunan ningrat / bangsawan, sesuai tujuan keris itu diciptakan. Keris-keris itu akan menjadikan manusia pemiliknya tampak elegan, berwibawa dan penuh karisma keagungan. Jika sudah terjadi keselarasan, keris-keris itu akan membantu mengangkat derajat pemiliknya kepada derajat yang tinggi dan kemuliaan.

Tetapi jika persyaratan kondisi status pemiliknya tidak terpenuhi, maka keris-keris itu hanya akan diam saja, pasif, tidak 
akan memberikan tuahnya dan tidak menunjukkan penyatuannya, karena pribadi pemiliknya tidak sesuai dengan peruntukkan kerisnya.
Keris-keris ber-luk 5 dan keris-keris keningratan lainnya, biasanya hanya akan diam saja, pasif, tidak memberikan tuahnya dan tidak menunjukkan penyatuannya dengan pemiliknya jika si pemilik keris bukan keturunan ningrat dan tidak menghargai keningratan. Kondisi tersebut menjadikan keris-keris ber-luk 5 dan keris-keris keningratan lainnya sebagai keris-keris khusus yang tidak semua orang cocok memilikinya dan tidak semua orang bisa mendapatkan manfaat dari keris-keris itu.
Biasanya keris-keris ber-luk 5 lebih banyak menuntut untuk diberi sesaji dibandingkan keris lurus dan keris ber-luk lainnya. 

            Keris Luk 7.


Angka 7 adalah lambang kesempurnaan illahi.
Keris ber-luk 7 terutama diperuntukkan bagi orang-orang yang menganggap hidup keduniawiannya sudah sempurna, sudah cukup, sudah tidak lagi mengejar keduniawian untuk kemudian lebih menekuni hidup kerohanian. 
Keris ber-luk 7 dibuat untuk tujuan kemapanan kerohanian / kesepuhan, dimaksudkan untuk dimiliki oleh raja atau keluarga raja yang sudah matang dalam usia dan psikologis dan yang sudah mandito dan untuk para tokohkesepuhan di masyarakat.


            Keris Luk 9.




Angka 9 ditujukan untuk orang-orang yang sudah tidak lagi melulu mengejar keduniawian, sudah lebih menekuni kerohanian. Keris-keris ber-luk 9 dibuat untuk tujuan kemapanan kerohanian dan kesepuhan. Dikhususkan untuk dimiliki oleh para pandita atau panembahan dan para sesepuh masyarakat. 
Selain memberikan tuah keselamatan, kerohanian, keilmuan dan perbawa kesepuhan, jenis keris ini biasanya mengeluarkan hawa aura yang sejuk.


            Keris Luk 11.


Contoh Keris dapur Nagasasra luk 11.

Keris ber-luk 11, mungkin awalnya dibuat untuk mendobrak kemapanan / pakem pembuatan keris pada jamannya, mengingat angka 11 tidak mempunyai makna tertentu dalam budaya jawa. 
Keris ber-luk 11 biasanya memiliki pembawaan yang teduh, tidak angker, tetapi dibalik keteduhan itu terkandung suatu energi gaib yang tajam yang siap menembus pertahanan perisai gaib lawan.

Contoh keris ber-luk 11 adalah Keris Sabuk Inten dan Keris Sengkelat yang terkenal sakti dan banyak dibuat tiruannya. Keduanya memiliki pembawaan yang teduh, tidak angker. 
Tetapi dibalik keteduhan itu terkandung suatu energi gaib yang tajam yang siap menembus pertahanan perisai gaib lawan, apalagi bila ujung kerisnya diarahkan kepada seseorang.
Awalnya Keris Sengkelat luk 11 memang membingungkan banyak orang karena tidak sesuai dengan kebiasaan / pakem keris yang umum. Selain karena jumlah luk-nya yang 11, keris itu juga berwarna hitam gelap, tidak mengkilat dan tidak berpamor (keleng). Namun karena kesaktiannya yang sangat tinggi, keris itu kemudian banyak dibuat turunannya / tiruannya (tetiron), yaitu yang disebut keris-keris berdapur sengkelat.


           Keris Luk 13.

Contoh Keris ber-luk 13.


Angka 13 dalam budaya jawa mempunyai makna yang jelek, yaitu kesialan, musibah atau malapetaka. Pembuatan keris ber-luk 13 dimaksudkan dengan kesaktian dan wibawa kekuasaannya keris itu menjadi penangkal kesialan atau tolak bala. Keris ber-luk 13 biasanya dibuat untuk tujuan kesaktian dan wibawa kekuasaan

Contoh 
keris ber-luk 13 yang terkenal adalah keris Nagasasra yang bersifat penguasa, pengayom dan pelindung. Aura wibawa keris ini sangat kuat. Aura wibawanya menunjang kewibawaan pemiliknya supaya disujuti banyak orang dan wataknya sebagai pengayom dan pelindung akan selalu melindungi orang-orang yang berlindung kepadanya.
Keris Nagasasra dan Keris Sabuk Inten adalah sepasang keris yang menjadi lambang kebesaran kerajaan Majapahit. Dan ketika kerajaan Majapahit berakhir, pemerintahan berpindah ke kerajaan Demak, sepasang keris ini kemudian diboyong ke Demak dan dijadikan lambang kebesaran kerajaan Demak. Sayangnya, di Demak itu wahyu kerisnya tidak bekerja.
Kedua keris ini memiliki kesaktian yang setingkat dan sifat-sifat karakter kedua keris ini saling melengkapi. Pada masanya, banyak orang, terutama adalah para penguasa daerah, seperti kadipaten dan kabupaten, yang menginginkan memiliki sepasang keris tersebut, sehingga kemudian sepasang keris tersebut banyak dibuat keris-keris tiruannya, yaitu keris-keris berdapur nagasasra (atau berdapur naga), dan keris-keris berdapur sabuk inten.
Beberapa di antara keris-keris tiruan sepasang keris tersebut, bila hanya dibuat sebuah, tidak sepasang, banyak yang dibuat berdapur nagasasra tetapi ber luk 11, atau berdapur sabuk inten tetapi ber luk 13.  Sengaja dibuat demikian oleh empunya dengan tujuan untuk menggambarkan bahwa keris yang hanya sebuah itu karakter gaibnya sama dengan perpaduan karakter sepasang keris nagasasra dan sabuk inten.

           Keris-Keris ber-luk lebih dari 13.

Mengenai keris-keris ber-luk lebih dari 13, Penulis tidak menemukan makna tertentu dari maksud pembuatannya yang dapat dikategorikan secara seragam. Jadi tidak ada maksud spiritual tertentu dalam pembuatannya yang bisa dijadikan patokan untuk menilai secara umum keris-keris ber-luk lebih dari 13. Mungkin jenis keris-keris ini sengaja dibuat bentuknya demikian sebagai variasi dari keris-keris yang sudah ada. 
Kebanyakan keris-keris jenis ini lebih banyak dijadikan keris simpanan saja, hanya menjadi koleksi perbendaharaan pusaka saja. Kebanyakan tujuan pembuatannya adalah untuk menjadi benda souvenir atau hadiah / persembahan kepada kerajaan sahabat, apalagi yang panjang kerisnya lebih dari 1 meter 



Dalam kategori keris lurus di atas termasuk juga pusaka lain yang bentuknya tidak mirip keris tetapi sering disebut sebagai keris, seperti keris dapur banyak angrem, keris dapur semaran atau keris yang berbentuk gunungan. Keris-keris tersebut biasanya bentuk dan ukurannya kecil / tanggung. Selain itu juga banyak keris-keris lain, yang lurus maupun yang ber-luk, yang bentuk ukurannya kecil dan pendek seperti pisau, tidak sebanding ukurannya dengan keris-keris yang umum.
Contoh mata tombak berdapur banyak angrem
koleksi Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.





Seringkali benda-benda kecil tersebut sebenarnya bukanlah jenis keris, tetapi adalah mata tombak yang biasanya dulunya diberi gagang pendek. Jika tidak sedang digunakan berperang, biasanya benda-benda tersebut diberi gagang pendek 
dan sarung kayu dan dibawa bepergian dengan diselipkan di balik baju sebagai senjata dan sarana perlindungan gaib.


Contoh Keris Taji Ayam.



Ada juga sejenis keris jawa yang bentuknya kecil tipis seperti pisau melengkung yang biasa disebut Keris Taji Ayam. Bentuknya mirip dengan senjata tradisional dari pulau Sumatera, dikenakan dengan diselipkan di pinggang depan (di depan badan). 





Umumnya jenis keris ini bersifat khusus untuk kesaktian, untuklangsung digunakan bertarung. Jenis keris ini mulai muncul sesudah berkembangnya agama Islam di Jawa.

Contoh Keris Taji Ayam ini adalah sebuah keris jawa yang dulu dibuat di Jawa Barat untuk seorang spiritualis Cirebon pada jaman kerajaan Pajang.










Contoh Keris Sajen
koleksi Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.


Untuk keperluan ritual keagamaan / kerohanian ada jenis keris khusus yang disebut  keris sajen.

Biasanya bentuk garapannya sederhana tidak seperti keris-keris pada umumnya. Ukurannya kecil dan panjang bilahnya hanya sejengkal tangan atau lebih sedikit. Ada yang lurus, ada juga yang ber-luk. Ganja-nya menyatu dengan badan kerisnya (ganja iras). Gagangnya juga dari besi menyatu dengan badan kerisnya, bukan dari kayu, biasanya berbentuk kepala dan wajah manusia atau kepala dan wajah mahluk halus yang menyeramkan. 

Keris-keris jenis ini biasanya dijadikan sarana memindahkan / menampung mahluk-mahluk halus yang berwatak jelek dan dulunya mengganggu manusia, dipergunakan di dalam acara ruwatan, sedekah desa, bersih desa, atau dalam acara pembersihan gaib, pembersihan dan pemberkatan lahan baru untuk bertani atau untuk tempat tinggal. Setelah pembacaan doa dan sesaji, mahluk-mahluk halus itu dipindahkan ke dalam keris-keris sajen tersebut dan kemudian kerisnya dilarung di sungai yang airnya mengalir. Pada ritual-ritual yang dilakukan secara pribadi biasanya keris sajen dilarung dengan cara dikubur di dalam tanah dan di atasnya ditanam sebuah pohon sebagai tanda lokasi menguburnya.
Bertahun-tahun kemudian, atau pada masa sekarang, kadangkala ada orang menemukan keris sajen di sungai atau di bawah pohon atau terselip di antara batang pohon. Tetapi, janganlah anda memiliki dan memelihara jenis keris sajen ini, walaupun jenis keris ini sekarang banyak juga diperjual-belikan, karena mungkin keris-keris itu berisi mahluk-mahluk halus yang dulunya menjadi pengganggu manusia.


Tulisan dalam halaman ini adalah mengenai spiritualitas keris pada saat pembuatannya yang ditentukan oleh bentuk lurus atau luk keris yang merupakan lambang spiritualitas dasar dari sebuah keris. 
Bentuk lurus atau luk sebuah keris merupakan  lambang spiritualitas dasar  dari sebuah keris, tetapi bukanlah satu-satunya lambang spiritualitas dasar dari sebuah keris. Lambang spiritualitas dasar lainnya adalah bentuk dapurnya. Bentuk dapur keris lebih mudah untuk dijadikan patokan menilai karakter sebuah keris, tetapi bentuk dapur keris terlalu banyak variasinya untuk dijelaskan satu per satu. 
Dengan demikian bentuk keris, lurus atau berluk, dan dapur keris merupakan lambang spiritualitas dasar sebuah keris, dan ini berlaku untuk keris-keris asli, yang bukan keris tiruan atau turunan. Untuk keris-keris tiruan atau turunan, biasanya lambang spiritualitasnya mengikuti perpaduan antara makna dapur keris, jumlah luk-nya, dan gambar pamornya.

Pada keris-keris tiruan / turunan, seringkali ada keris yang memiliki bentuk lurus atau luk dan dapur tertentu, tetapi sisi spiritualitasnya tidak sesuai dengan spiritual keris seperti diuraikan di atas. Bentuk lurus atau luk dan dapur tertentu dari keris tiruan / turunan seringkali adalah pesanan khusus dari si pemesan keris, bukan asli hasil kreasi daya cipta sang empu keris. Dengan demikian, pada keris-keris tiruan / turunan, lambang-lambang spiritualitas dasar di atas seringkali tidak berlaku. 
Karena itulah, seringkali menilai karakter gaib sebuah keris dengan cara melihat bentuk fisik kerisnya saja akan sering menjadi tidak akurat. Apalagi menilai karakter keris hanya dengan melihat gambar pamor keris, yang biasanya terbentuk secara tidak direncanakan oleh sang empu keris, sehingga tidak selalu menggambarkan karakter keris yang sesuai dengan tujuan keris itu dibuat. Begitu juga dengan kinatah yang seringkali adalah pesanan khusus dari si calon pemilik, bukan asli hasil daya cipta sang empu keris.
Contohnya, seorang bupati / adipati memesan sebuah keris berdapur sengkelat kepada seorang empu keris. Jika si pemesan keris itu dalam kesehariannya tidak aktif membela kebenaran dan menolong yang tertindas, maka sifat orang itu tidak sesuai dengan watak keris sengkelat. Sang empu keris, yang mengetahui karakter orang si pemesan keris tersebut, sekalipun kerisnya berdapur sengkelat, tidak akan mendatangkan gaib keris yang berkarakter sama dengan gaib keris sengkelat. Begitu juga gaib-gaib keris, yang mengetahui karakter orang si pemesan keris, sekalipun kerisnya berdapur sengkelat, tidak akan datang gaib keris yang karakternya sama dengan gaib keris sengkelat. Mungkin yang kemudian datang adalah gaib keris yang berkarakter sama dengan keris pulanggeni atau singa barong, yaitu untuk kebangsawanan / keningratan.
Dengan demikian walaupun fisik kerisnya berdapur sengkelat, tetapi watak kerisnya tidak sesuai dengan watak keris sengkelat. Lagipula, mungkin keris berdapur sengkelat tersebut akan diberi banyak hiasan mewah sesuai status si pemesan, yang jelas akan tidak sesuai dengan kesederhanaan watak ksatria keris sengkelat.
Begitu juga bila ada seorang saudagar kaya yang memesan untuk dirinya sebuah keris berdapur nagasasra. Sang empu keris yang mengetahui status dan kepribadian orang tersebut mungkin tidak akan mendatangkan gaib keris yang berkarakter sama dengan keris Nagasasra. Begitu juga gaib-gaib keris, yang mengetahui karakter orang si pemesan keris, sekalipun kerisnya berdapur nagasasra, tidak akan datang gaib keris yang karakternya sama dengan gaib keris nagasasra. Meskipun keris yang kemudian dibuat oleh sang empu untuk saudagar kaya tersebut adalah keris berdapur nagasasra, tetapi sisi gaib keris tersebut mungkin karakternya akan memancarkan kewibawaan status derajat dan kewibawaan kejayaan perdagangan (kerejekian), bukan status derajat dan kewibawaan kekuasaan pemerintahan atau kebangsawanan.

Mengenai bentuk-bentuk fisik keris, bentuk dapur dan pamor keris, dsb, apalagi pada keris-keris tiruan / turunan, seringkali bentuk fisik keris itu bukanlah asli kreasi sang empu keris, kebanyakan adalah bentukpesanan dari si calon pemilik keris, sehingga seringkali bentuk fisik kerisnya tidak sejalan dengan perwatakan gaib isi kerisnya, walaupun tidak banyak orang yang menyadarinya. Karena itu seringkali Penulis terpaksa harus melihat dulu satu per satu keris-keris tersebut untuk lebih dapat mengetahui sisi kegaiban dan perwatakan kerisnya. Lagipula kondisi kegaiban dan tuah sebuah keris pada masa sekarang ini mungkin tidak lagi sama persis seperti ketika pertama kali keris itu dibuat, karena kegaiban keris

Status dan Kelas Keris Pusaka


  
     

Status Keris  dan  Kelas Keris   



Filosofi, Spiritual dan Kebatinan Keris Jawa.   




Status Keris dan Kelas Keris di Dunia Manusia  



Mungkin awalnya sebuah keris hanyalah sebuah senjata tikam dan sabet saja. Tetapi kemudian orang membuat keris mengandung kegaiban di dalamnya, menjadi senjata yang berbeda dibanding jenis senjata lain, memiliki kegaiban sebagai senjata tarung, sebagai alat keselamatan dari serangan gaib, sekaligus juga sebagai pusaka dan berkah dari Dewata.

Seiring perkembangan jaman, di pulau Jawa khususnya, pada jamannya, selain faktor kegaibannya, sebuah keris berkembang menjadi lambang status dan derajat orang pemiliknya yang oleh empu pembuatnya dibuat khusus untuk orang si pemilik keris, lebih daripada sekedar sebuah senjata tarung. Fisik keris, kegaiban / tuah dan tingkat kesaktiannya oleh si empu disesuaikan dengan kondisi si pemesan sesuai batas kemampuan si empu. Bila keris hanya menjadi sebuah alat kegagahan, hanya menjadi sebuah senjata tarung atau senjata tikam saja tidak mungkin keris akan dibuat sangat indah bentuknya atau beraksesoris mewah bila akhirnya hanya menjadi sebuah senjata pembunuh yang berlumuran darah.

Di dalam masyarakat Jawa keris tidak ditampilkan sebagai lambang kegagahan dan keberadaannya juga tidak ditonjolkan. Keris dikenakan dengan diselipkan di belakang pinggang, tetapi yang bentuknya kecil biasanya dikenakan di depan, dibalik baju (tidak kelihatan). Sangat tidak elok (dianggap sombong tidak tahu tatakrama) bila seorang Jawa menonjolkan kerisnya dalam kehidupan sehari-hari, karena sesuai filosofinya, yang sakti ituseharusnya adalah orangnya, bukan kerisnya. Dalam kondisi bertarung / berkelahi pun kerisnya tetap dikenakan di belakang pinggang, karena akan mengganggu pergerakan tangan dan badan jika dikenakan di depan.

Pada awalnya, di tanah Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur) keris diciptakan hanya untuk tujuan 
kesaktian, untuk memberikan tuah perlindungan gaib dan untuk wibawa kekuasaan. Keris adalah sebuah benda yang menjadi kebanggaan masyarakat pada umumnya dan juga menjadi lambang status / derajat pemiliknya. Keris menjadi "keharusan" untuk dimiliki oleh para pejabat, baik raja, keluarga kerajaan dan bangsawan, orang-orang kaya, para senopati sampai prajurit (prajurit biasanya menggunakan jenis tombak), adipati / bupati sampai lurah desa. Di kalangan masyarakat umum-pun hampir semua orang laki-laki ingin memiliki keris, terutama mereka yang memiliki ilmu beladiri dan orang-orang tua yang menghayati spiritual kejawen.

Di pulau Jawa khususnya, pada jamannya, keris berkembang menjadi lambang status dan derajat pemiliknya, lebih daripada sekedar sebuah senjata tarung. Ada aturan-aturan yang harus dipatuhi di masyarakat mengenai  tatacara mengenakan keris dan mengenai jenis-jenis keris yang boleh dimiliki oleh seseorang. - Seorang yang bukan ningrat tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang ningrat. - Seorang rakyat biasa tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang lurah. - Seorang lurah tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang bupati. - Seorang senopati tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang raja. 
- Seorang raja juga tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang senopati
.Kehormatan pribadi seseorang bukan hanya ditentukan oleh status keningratan atau jabatan, kemewahan atau kekayaan, tetapi ditentukan juga oleh kepantasannya dalam berperilaku dan berpenampilan, kepantasannya dalam menempatkan diri di dalam pergaulan dan di masyarakat, dan kepantasannya dalam mengenakan busana dan pusaka, sesuai derajatnya masing-masing.

Keris berkembang menjadi bersifat pribadi, menjadi lambang derajat pemiliknya. Bila ada seseorang memiliki keris yang derajatnya lebih tinggi dari derajat dirinya di masyarakat, orang itu tidak akan menyimpannya untuk dirinya sendiri. Biasanya akan dipersembahkannya kepada orang lain yang pantas untuk memilikinya. Begitu juga b
ila seseorang memiliki keris yang peruntukkannya untuk kelas derajat yang lebih rendah, biasanya akan diberikannya kepada orang lain yang lebih pantas untuk memilikinya. 

Keberadaan sebuah keris bersifat pribadi. Keris menjadi lambang kehormatan pribadi dan harga diri seseorang. Keris diakui sebagai sesuatu yang menyatu dengan pribadi pemiliknya, sehingga sebuah keris milik seseorang akan sangat dihormati, sama seperti menghormati manusia pemiliknya, sehingga keris seseorang dapat diterima dan diakui untuk melambangkan kehadiran seseorang sebagai pengantin pria yang berhalangan hadir dalam acara pinangan atau perkawinan, atau mewakili kehadirannya dalam acara penting kekeluargaandan keris seorang raja dapat mewakili kehadiran sang raja dalam acara kenegaraan.Keris menjadi kelengkapan "wajib" untuk dikenakan sebagai busana kehormatan dalam acara-acara resmi kenegaraan, kekeluargaan, perkawinan, dan acara-acara ritual kerohanian, seperti acara ruwatan, selametan, bersih desa, dsb. Dan dalam setiap acara formal, seseorang yang terpandang atau berderajat tinggi akan jatuh martabatnya / kehormatannya jika menghadiri acara tersebut tanpa mengenakan keris.

Demikianlah, keris memiliki status tersendiri di masyarakat jawa dan menjadi unsur penting dalam budaya dankehidupan sehari-hari, lebih daripada sekedar sebuah senjata tarung. 
Dan seseorang lebih baik mati dalam pertarungan daripada membiarkan kerisnya dirampas oleh orang lain, karena kerisnya itu melambangkan harga diri dan kehormatan dirinya.Sebuah keris, walaupun seseorang sudah memiliki banyak keris, karena bersifat pribadi, tidak akan begitu saja sebuah keris diberikan kepada orang lain. Sebuah kerisnya yang dihadiahkan kepada orang lain adalah sebuah bentuk penghargaan tertinggi darinya dibandingkan bentuk hadiah yang lain, sehingga seseorang yang menerima sebuah keris dari orang lain yang derajatnya tinggi akan sangat mempertinggi derajat kehormatan dirinya di mata umum, apalagi bila pemberinya adalah seorang raja.Posisi dan status keris semakin tinggi bila sebuah keris berhubungan dengan raja atau kerajaan. Sebuah keris kerajaan yang dihadiahkan kepada seseorang karena jasa-jasanya kepada kerajaan, atau jasanya kepada raja dan keluarga raja, adalah bentuk penghargaan tertinggi kerajaan dibandingkan bentuk hadiah yang lain.

Dalam penobatan-penobatan pejabat kerajaan biasanya juga ada keris yang dianugerahkan kepada pejabatnya.
Keris-keris itu biasanya memiliki tanda khusus yang melambangkan status dan jabatan mereka di kerajaan dan biasanya memiliki hiasan-hiasan / simbol yang melambangkan derajat mereka. Karena itu seorang pejabat tinggi kerajaan biasanya minimal ia memiliki 2 keris. Yang satu adalah kerisnya pribadi dan satunya lagi adalah keris yang melambangkan status dan jabatannya di kerajaan. Dalam sehari-harinya ketika sedang bertugas, yang dikenakannya adalah keris jabatannya itu, sedangkan keris pribadinya hanya dikenakannya dalam acara-acara pribadi atau kekeluargaan saja.Gajah Mada dinobatkan menjadi patih pada jaman raja Majapahit yang bernama Ratu Tribhuana Tunggadewi.Keris lurusnya yang bernama Surya Panuluh adalah sebuah keris pemberian dari raja Majapahit sebelumnya, Raja Jayanegara, sebagai lambang untuk dilihat oleh anggota kerajaan yang lain bahwa ia adalah seorang abdi kerajaan yang menerima kepercayaan penuh dari sang raja, mengemban kekuasaan dari sang raja dan apapunperintahnya dan tindakannya harus dipatuhi sama dengan perintah raja. Kerisnya menjadi tanda pengenal bahwa ia menerima anugerah itu dari raja Jayanegara.

Sebuah keris kerajaan yang dihadiahkan kepada kerajaan lain juga adalah sebuah bentuk penghargaan tertinggi dibandingkan bentuk hadiah yang lain. Kerajaan Singasari dan kerajaan Majapahit ketika menguasai nusantara banyak memberikan keris-keris cantik kepada kerajaan-kerajaan di wilayah kekuasaannya, sebagai lambang kekuasaan mereka, juga sebagai tanda kekeluargaan. Juga sepasang keris cantik dipersembahkan sebagai mas kawin untuk 2 orang putri kerajaan negeri Campa yang dipinang untuk dibawa ke tanah Jawa. 

Pada jaman itu seorang empu keris adalah juga seorang spiritualis dan pemuka agama. Karena itu sebuah keris yang diterima seseorang dari seorang empu keris akan sangat dihargai dan juga 'dikeramatkan', lebih daripada sekedar jimat dan senjata, karena berisi doa-doa keselamatan dan kesejahteraan dari seorang spiritualis / pemuka agama untuk si pemilik keris dan wahyu keris di dalamnya menjadi lambang diturunkannya restu Tuhan kepada si manusia pemilik keris.

Dengan demikian, lebih daripada sekedar sebuah senjata, keris bagi pemiliknya secara psikologis juga menjadi lambang dan sarana kerohanian mendekatkan hati dengan Tuhan (sesuai jalan kepercayaan dan keagamaan manusia saat itu). Karena itulah sang pemilik keris akan benar-benar menjaga dan memelihara kerisnya, bahkan akan meng-keramat-kannya, lebih daripada sekedar sebuah senjata atau jimat. Keris menjadi sarana mendekatkan hati dengan Tuhan dan juga menjadi sarana pemujaan kepada Tuhan. Karena itu seorang pemilik keris akan selalu menjaga kelurusan hati, tekun beribadah, menjaga moral dan budi pekerti dan sikap ksatria. Itulah juga sebabnya orang-orang yang hidup dalam dunia kejahatan, yang menjadi penyamun, perampok, dsb, orang-orang golongan hitam, biasanya tidak memakai keris, biasanya menggunakan senjata jenis lain. 

Mengenai kelengkapan dan kemewahan hiasan / perabot keris adalah tergantung pada akan diberikan kepada siapa keris itu nantinya, tergantung pada status pribadi si pemilik keris di masyarakat. Selain kesanggupannya untuk membayar biaya pembuatan keris, status pribadi itulah yang menentukan kepantasan keris yang akan dikenakannya. Semakin tinggi status kedudukan sang pemilik keris, seharusnya semakin lengkap dan mewah hiasan kerisnya.Lebih daripada sekedar sebuah senjata berkhodam, atau sebagai bagian dari kelengkapan busana seseorang,sebuah keris dibuat dengan mengikuti suatu filosofi dan pakem pembuatan keris yang tata aturannya tidak boleh dilanggar.

Masing-masing wahyu keris, wahyu dewa, begitu juga manusia, mempunyai kelas dan status sendiri-sendiri.

Keris beserta kegaibannya diciptakan dengan mengikuti tata aturan hirarki status dan kelas wahyu keris yang aturannya sama dengan status dan kelas wahyu dewa yang diturunkan kepada manusia, karena filosofi dasar sebuah keris dan tujuan spiritual tertinggi diturunkannya wahyu keris adalah untuk dipasangkan dengan wahyu dewa yang diturunkan kepada manusia. 
Dengan demikian dalam rangka pembuatannya masing-masing keris sudah disesuaikan dengan status si manusia calon pemiliknya di masyarakat, 
sehingga hirarki status dan kelas dari wahyu keris dan wahyu dewa itu sejalan. 

Sesuai status pemiliknya di masyarakat yang kepadanya pembuatan kerisnya ditujukan, keris dan wahyunya mempunyai status dan kelas sendiri-sendiri sebagai berikut :     1.  Keris Pusaka Kerajaan.
Tingkatannya :
1. Keris Keraton,
    adalah keris-keris dan pusaka-pusaka bentuk lain (tombak, payung raja) yang 
terkandung di
    dalamnya 
apa yang disebut sebagai Wahyu Keraton yang maksud dan tujuan pembuatannya         dikhususkan untuk nantinya dipasangkan dengan orang si penerima wahyu keraton, untuk 
    menjadi 
lambang kekuasaan dan kebesaran sebuah keraton.
2. Keris / Pusaka Kerajaan
    adalah keris dan pusaka-pusaka lain 
yang bukan keris keraton, tidak 
mengandung Wahyu Keraton,        tetapi oleh pemerintahan kerajaan diperlakukan seperti keris keraton, dijadikan lambang kekuasaan  
    dan 
kebesaran 
kerajaan atau diandalkan 
untuk mengamankan kerajaan dari gangguan kerusuhan,
    pemberontakan atau serangan / gangguan 
gaib.
Keris-keris tersebut di atas biasanya disimpan di dalam ruang khusus pusaka kerajaan dan tempatnya disendirikan, terpisah dari pusaka-pusaka yang lain dan baru akan dikeluarkan bila ada upacara-upacara kerajaan atau bila terjadi situasi yang mendesak dan berbahaya.

P
usaka kerajaan berbentuk tombak dan payung kebesaran, yang juga merupakan lambang kebesaran sebuah keraton biasanya diletakkan berdiri di belakang singgasana raja.

Dalam kategori keris 
keraton termasuk juga, sesuai tingkatannya masing-masing, pusaka-pusaka yang menjadi lambang kekuasaan dan kebesaran sebuah keraton kadipaten / kabupaten.


Keris Keraton  dan  Keris Pusaka Kerajaan  sulit membedakannya. Orang harus memiliki spiritualitas yang tinggi untuk bisa membedakan kandungan wahyu di dalam masing-masing keris untuk bisa membedakan mana yang adalah Keris Keraton dan mana yang bukan Keris Keraton tetapi dijadikan Pusaka Kerajaan dan diperlakukan sama seperti sebuah Keris Keraton.

Dalam pengertian Keris Keraton, pusaka-pusaka yang tujuan pembuatannya adalah khusus untuk menjadi lambang kebesaran sebuah keraton, terkandung di dalamnya Wahyu Keraton.

Keris keraton adalah keris keningratan yang paling tinggi tingkatannya dan bersifat khusus, hanya untuk orang yang memiliki wahyu keraton saja di dalam dirinya. 
Keris Keraton tidak boleh dipakai oleh sembarang orang, termasuk walaupun ia adalah anak seorang raja. Hanya orang-orang yang sudah menerima wahyu keraton saja yang boleh memakainya, sehingga wahyu di dalam orang itu dan wahyu dari kerisnya akan mewujudkan sebuah sinergi kegaiban yang hasil kegaibannya tidak akan bisa disamai oleh jenis pusaka apapun.


Contoh Keris Keraton adalah Keris Nagasasra dan Keris Sabuk Inten, sepasang keris yang menjadi lambang kebesaran keraton Majapahit. Setelah masa kerajaan Majapahit berakhir dan kekuasaan pemerintahan berpindah ke kerajaan Demak, sepasang keris Nagasasra dan Sabuk Inten juga ikut diambil dan dipindahkan ke Demak, dijadikan lambang kebesaran kerajaan Demaktetapi sayangnya, di Demak itu wahyu kerisnya tidak bekerja.Contoh pusaka yang dijadikan Pusaka Kerajaan adalah pusaka tombak Kyai Plered yang dijadikan pusaka lambang kerajaan Mataram, sebuah pusaka yang dulunya diberikan oleh Adipati Adiwijaya (Sultan Adiwijaya / Jaka Tingkir / Mas Karebet) kepada Sutawijaya sebagai bekal untuk mengalahkan Raden Arya Penangsang, yang kemudian mengantarkan Sutawijaya menjadi penguasa Mataram(Panembahan Senopati).Contoh lainnya adalah Bende Mataram yang digunakan oleh kerajaan Mataram (Panembahan Senopati)untuk menaikkan semangat tempur prajurit Mataram, tetapi sekaligus ditujukan untuk merusak psikologis prajurit musuh, pada saat Mataram berperang melawan kerajaan Pajang (Sultan Adiwijaya).Ada juga keris yang menjadi lambang serah-terima tahta kerajaan, yaitu sebuah keris yang diserahkan oleh sang raja kepada anaknya atau raja penggantinya ketika sang raja turun tahta. Penyerahan keris ini menjadi lambang bahwa sang raja sudah lengser, sudah menyerahkan tahtanya kepada orang yang kepadanya kerisnya itu ia serahkan. Keris ini juga bukan keris keraton, tetapi tergolong sebagai keris raja, dan biasanya kemudian oleh raja penggantinya akan disimpan dalam ruang pusaka kerajaan, menjadi keris pusaka kerajaan

     2.  Keris Raja.  
Keris raja ada 3 macam, yaitu : 
  -  keris yang menjadi pegangan / piyandel sang raja sehari-hari  (bersifat pribadi dan dipakai oleh
     sang raja sehari-hari). 

  -  keris yang merupakan keharusan untuk dimiliki oleh seorang raja (keris yang diterima oleh sang
     raja dalam acara serah-terima tahta kerajaan, atau keris yang harus dikenakan sang raja dalam
     upacara-upacara kerajaan). 

  -  keris yang dipersembahkan oleh orang lain kepada raja.
Selain yang sehari-hari dikenakan oleh sang raja, keris-keris lainnya disimpan dalam ruangan pusaka kerajaan.

     3.  
Keris Keningratan.
Keris-keris ini adalah yang dulu secara khusus dibuat hanya untuk kalangan ningrat saja, bukan untuk orang umum, yang hanya boleh dimiliki oleh rajakeluarga raja dan kerabat kerajaan, bangsawan adipati / bupati dan anggota keluarganya (kalangan ningrat) dan keturunan mereka saja.
Selain mereka itu bahkan menteri kerajaan, panglima, senopati dan prajurit, tumenggung, demang dan lurah, dan orang-orang kaya, yang tidak memiliki garis kebangsawanan / keningratan dan bukan kerabat kerajaan, tidak boleh memilikinya, apalagi rakyat biasa.

Keris keningratan adalah turunan dari keris keraton (derajat yang lebih rendah daripada keris keraton), tetapi k
eris keningratan lebih bersifat umum, boleh dimiliki oleh siapa saja sepanjang dirinya adalah kalangan ningrat.
Ada jenis keris keningratan 
yang memiliki bentuk tanda tersendiri untuk mencirikan statusnya, sepertikeris-keris berdapur nagasasra dan singa barong, keris-keris dan tombak ber-luk lima, keris pandawa,dan keris pulanggeni luk 5.
Keris-keris berdapur nagasasra hanya patut dimiliki oleh seorang raja dan anggota keluarga raja saja.  
Keris-keris berdapur singa barong untuk kelas di bawahnya, yaitu untuk adipati / bupati dan keluarganya.

     4.  Keris untuk menteri dan pejabat kerajaan, panglima, senopati dan prajurit

Keris-keris ini (dan tombak) biasanya memiliki tanda khusus yang melambangkan status dan jabatanmereka di kerajaan dan biasanya memiliki hiasan-hiasan / simbol yang melambangkan derajat mereka.

     5.  Keris untuk orang-orang kaya, tumenggung, demang dan lurah 
(yang bukan kalangan ningrat)
Biasanya memiliki hiasan-hiasan yang melambangkan derajat mereka.

     6.  Keris 
untuk seorang panembahan / spiritualis / sesepuh masyarakat dan keris untuk seorang raja atau 
          keluarga raja yang sudah mandito (meninggalkan keduniawian). 
Biasanya ber-luk 7 atau 9. 
Biasanya bentuknya sederhana dan tidak memiliki hiasan-hiasan mewah sesuai kondisi mereka yang sudah meninggalkan keduniawian dan kerisnya mengandung sifat kesepuhan.

     7.  Keris untuk ksatria dan rakyat biasa

Biasanya tidak memiliki hiasan-hiasan yang mewah sesuai budaya dan kebiasaan mereka untuk merendahkan hati. 

Keris yang khusus dibuat untuk para ksatria, pesilat dan pendekar dunia persilatan biasanya sederhana bentuknya, tidak menunjukkan kesan angker, tetapi memiliki kesaktian gaib yang tinggi dan banyak yang mengandung energi gaib yang tajam. Keris-keris jenis ini biasanya aktif berinteraksi dengan kebatinan pemiliknya, walaupun kerisnya tidak dikeluarkan dari sarungnya.

Keris untuk rakyat biasa, sesuai status pemiliknya, biasanya sifat-sifat kerisnya tidak menonjolkan sifat-sifat kesaktian, kekuasaan atau wibawa, tetapi halus dan teduh untuk membantu ketentraman keluarga, kerejekian dan kesuburan. Keris untuk rakyat biasa biasanya pembuatannya dilakukan secara masal oleh sang empu, karena tidak bersifat pesanan khusus, dan yang melakukan finishing-nya adalah para cantrik-cantriknya.


Secara umum semua jenis keris di atas mengandung sifat-sifat wahyu wibawa dan derajat, spiritual dan kesepuhan yang masing-masing sifat wahyunya akan menyesuaikan dirinya dengan orang si pemilik keris, yang akan membantu mengangkat derajat orangnya sesuai jalan 
kehidupannya masing-masing.Tetapi keris-keris dalam nomor 1, 2, dan 3 di atas adalah keris-keris yang bersifat khusus, yang sifat-sifat khusus wahyu di dalamnya, wahyu keraton, kepangkatan dan derajat dan wahyu keningratan tidak bisa begitu saja diterima oleh semua orang yang menjadi pemilik kerisnya. Keris-keris itu hanya akan bekerja kegaibannya, baru akan menyatu dan memberikan tuahnya kepada orang-orang tertentu saja yang cocok untuk menjadi wadah wahyunya.
Secara umum pada masa sekarang keris-keris dalam nomor 1, 2, dan 3 di atas 
sudah mewujud menjadi Keris Keningratan dan mau mengikut / dimiliki oleh seorang keturunan ningrat, tetapi hanya akan berlaku sebagai keris keningratan saja, jika orangnya tidak memiliki wahyu keraton, wahyu kepangkatan dan derajat atau wahyu keningratan di dalam dirinya, walaupun ia adalah seorang keturunan ningrat. Secara umum keris-keris ituadalah yang pada masa sekarang disebut Keris Keningratan , yaitu keris-keris yang bersifat khusus yang hanya patut dimiliki oleh orang-orang tertentu saja yang sesuai dengan tujuan keris-keris itu diciptakan, bukan untuk orang kebanyakanWalaupun sifat keningratannya ada tingkatan dan kelasnya sendiri-sendiri, secara umum keris-keris yang tergolong sebagai keris keningratan di atas hanya patut dimiliki oleh orang-orang ningrat atau keturunan ningrat saja, karena keris-keris itu tidak akan menyatukan dirinya dan memberikan tuahnya kepada orang-orang yang tidak sesuai dengan tujuan keris-keris itu diciptakan, yaitu orang-orang yang bukan keturunan ningrat.

Sejalan dengan yang sudah dituliskan di atas, keris-keris yang dibuat oleh para empu keris ada tingkatan-tingkatannya, ada kelas-kelasnya, yang sisi kegaiban kerisnya masing-masing tidak sama, karena disesuaikan dengan tujuan pembuatan kerisnya dan disesuaikan juga dengan status dan pribadi manusia calon pemiliknya, baik yang memiliki wahyu dewa dalam dirinya ataupun tidak.
Kemampuan para empu keris dalam membuat masing-masing jenis keris di atas dan kemampuannya dalam mendatangkan wahyu keris yang sesuai dengan jenis dan kelas kerisnya pun terbagi-bagi, menjadi ukuran kualitas seorang empu keris yang diterima dan diakui di masyarakat perkerisan, yaitu empu kerajaan, empu kelas menengah dan empu desa. Penentunya bukan semata-mata kemampuan pribadi sang empu keris dalam membuat keris, tetapi adalah kualitas wahyu dewa pada masing-masing empu keris.
Kualitas dan kelas wahyu dewa pada masing-masing empu menentukan setinggi apa kelas keris yang akan mampu dibuatnya dan setinggi apa kelas wahyu keris yang akan mampu didatangkannya.

Karena isi gaib keris jawa bersifat "wahyu", maka :
 - Empu desa tidak akan mampu membuat keris-keris yang isi gaibnya membawakan sifat-sifat wahyu    keningratan dan wahyu kepangkatan dan derajat, apalagi wahyu keraton.
 - Empu desa dan empu kelas menengah tidak akan mampu membuat keris keraton yang di dalamnya
   terkandung wahyu keraton.


   Status Keris dan Kelas Keris di Dunia Gaib Perkerisan

Bukan hanya di dunia manusia, di dunia gaib khodam keris (wahyu keris) juga ada aturan hirarki status dan kelas gaib keris yang aturannya sama dengan status dan kelas wahyu dewa yang diturunkan kepada manusia, karena filosofi dasar diturunkannya gaib wahyu keris adalah untuk dipasangkan dengan wahyu dewa yang diturunkan kepada manusia, sehingga hirarki status dan kelas dari wahyu keris dan wahyu dewa itu sejalan.

Sesuai status dan kelas wahyu keris di dunia gaib perkerisan, maka urutan keris-keris yang menonjol dalam menunjukkan penyatuannya dengan manusia adalah :

    1. Keris Keningratan.
Untuk kriteria ini Keris Keraton, Keris Pusaka Kerajaan dan Keris Keningratan secara umum disatukan penggolongannya sebagai Keris Keningratan, seperti keris-keris dan tombak luk 5, keris pandawa, keris pulanggeni luk 5, keris-keris berdapur nagasasra dan singa barong dan keris-keris keningratan lainnya, yang dalam pembuatannya ditujukan untuk dimiliki oleh seorang raja atau orang-orang yang memiliki status keningratan karena status keluarga / keturunan seorang raja / bangsawan.
Secara umum jenis keris keningratan ini hanya akan menunjukkan penyatuannya dengan pemiliknya yang adalah seorang keturunan raja, keluarga raja, para bangsawan, atau keturunan mereka (keturunan ningrat).
    2. Keris-keris bertuah wibawa kekuasaan.
    3. Keris-keris bertuah kewibawaan.
    4. Keris-keris bertuah kesaktian.
    5. Keris-keris bertuah kesepuhan.
    6. Keris-keris bertuah kerejekian.
    7. Keris-keris bertuah pengasihan.

Sesuai status dan kelas gaib keris di dunia gaib perkerisan itu kemampuan para empu keris dalam membuatmasing-masing jenis keris dan kelas keris di atas pun terbagi-bagi sesuai kualitas masing-masing empu keris yang ditentukan berdasarkan kelas / tingkatan wahyu dewa yang sudah diterima oleh masing-masing empu keris, tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan pribadi manusia sang empu keris dalam membuat keris.

Dalam pendampingannya kepada manusia pemiliknya, jika seseorang memiliki beberapa / sekelompok kerisyang mempunyai fungsi tuah yang sama, misalnya ada beberapa keris yang sama-sama mempunyai tuah untuk kekuasaan dan wibawa, atau sama-sama mempunyai tuah untuk kerejekian, maka keris-keris yang sama tuahnya itu yang lebih tua akan mewakili keris-keris yang lebih muda umurnya.

Sehubungan dengan tulisan di atas, mengenai bentuk penyatuan / pendampingan isi gaib keris dengan manusia pemiliknya, maka jika seseorang mempunyai beberapa buah keris, mungkin tidak semua gaib keris akan tampak mendampingi si manusia, mungkin hanya satu saja mewakili gaib keris yang lain, dan tidak semuanya menonjol dalam memberikan tuahnya kepada manusia, karena ada aturan hierarki status dan kelas gaib keris seperti tertulis di atas.

Secara umum pada masa sekarang, yang lebih menonjol menunjukkan penyatuannya dengan manusia adalah keris-keris yang berfungsi untuk penjagaan gaib, terutama didapatkan dari keris-keris keningratan dan yang bertuah untuk kekuasaan dan/ atau wibawa. Karena itu jika seseorang memiliki beberapa buah keris yang fungsinya berbeda-beda dan ingin semua keris memberikan tuah secara bersama-sama dan terkoordinasi, maka harus ada upaya dari si manusia untuk menyatu dan mengsugesti keris-kerisnya.

Jika seseorang mempunyai beberapa buah keris, sebenarnya masing-masing keris itu dapat memberikan tuahnya secara terkoordinasi sesuai jenis tuahnya masing-masing. Namun dalam pelaksanaannya tergantung juga pada tingkat penyatuan masing-masing keris dengan manusia pemiliknya.

Secara alami tingkat penyatuan masing-masing keris dengan manusia pemiliknya itu selain tergantung pada tingkat penyatuan masing-masing pihak secara hati dan batin, juga tergantung pada kecocokan sifat fungsi keris dengan aktivitas keseharian pemiliknya, sehingga seorang pemilik keris yang kesehariannya bekerja sebagai seorang karyawan, mungkin hanya kerisnya yang berfungsi kerejekian-pengasihan saja yang menonjol tuahnya, bukan yang bertuah kekuasaan dan wibawa.