PRABU WATUGUNUNG
BENTUK
WAYANG
Prabu Watugunung bermata jaitan,
hidung mancung. Bermahkota kerajaan, berjamang tiga susun dengan garuda
membelakang, berpraba (pakaian serupa sayap), dikenakan pada bahu kanan dan
kiri. Umumnya praba ini hanya untuk pakaian raja-raja dan kesatria. besar.
Bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Kain bentuk kerajaan.
KISAH
PRABU WATUGUNUNG
Prabu Watugunung adalah raja negara
GilingWesi. Menurut rwayatnya, ia putra raja Prabu Palindriya, tetapi sewaktu
ia masih di dalam kandungan ibunya Dewi Sinta meninggalkan istana karena dimadu
dengan saudaranya sendiri.
Selama perjalanan, Dewi Sinta
melahirkan di tengah rimba seorang putra yang diberi nama Raden Wudug. Suatu
waktu, ketika Raden Wudug masih kanak-kanak, ia dimarahi oleh ibunya dan
kepalanya dipukul dengan centong nasi hingga luka.
kemudian Watu
Gunung kecewa sekali lalu pergi tanpa pamit. Oleh karena itu Raden
Wudug meninggalkan ibunya dan berganti nama Radite.
Setelah selesai menanak nasi dewi
Shinta mencari putranya, akan tetapi tidak pernah ketemu. Saking susah hatinya
dewi Shinta dibantu dewi Landep bertapa di pedepokan ( rumahnya ) dalam
pertapaannya akhirnya dua putri tersebut mendapatkan kesaktian yang luar biasa,
sehingga banyak pandita-pandita yang lain banyak belajar ilmu dan ingin
melamarnya. Tetapi semuanya ditolak, bahkan ada seorang resi yang sangat sakti
pun yaitu Resi Tama bahkan ingin memaksanya untuk memperistrinya. Hal ini
mengakibatkan dua putri tersebut lari tunggang langgang, inipun masih dikejar resi
Tama. Para Pandita yang lain mendaptkan kabar ini akhirnya berbalik menjadi
belas kasihan dan akhirnya memburu sang Resi Tama. Dalam peperangan sang Resi
Tama dapat mengalahkan semua resi-resi tersebut, bahkan terus mengejar dua
putri tersebut sampai ke negara Medangkamulan dengan rajanya Manuk Madewa yang
masih berdarah betara Brahma, dengan patihnya berjuluk Patih Citro Dana. Di
negara inipun sang Prabu Manuk Madewa juga kasamaran terhadap kecantikan kedua
putri tersebut. Sang Putri agaknya mau dengan syarat : “ Bisa mengalahkan sang
Resi Tama yang mengejar-ngejar tersebut “ akhirnya dikerahkan bala tentara
untuk memerangi sang resi Tama dibawah pimpinan patih Citra Dana, namun dalam
peperangan tersebut prajurit dari negeri Medang Kamulam kocar-kacir.
Diceritakan Raden Watu Gunung setelah
terpukul oleh entong ( sendok makan ) tersebut sampai di hutan Selo Gringging,
luka dikepala akibat pukulan ibunya akhirnya sembuh sendiri dan berbekas. Pada
suatu saat Raden Watu Gunung bertemu dengan masyarakat di sekitar hutan
tersebut yang sedang mengadakan kendurian atau keselamatan, Raden Watu Gunung
ikut dalam selamtan tersebut namun banyak melahap makanan yang disajikan diluar
batas kewajaran. Sehingga mengakibatkan kemarahan masyarakat akhirnya dianiaya
berramai-ramai, dalam penganiayaan tersebut ternyata Raden Watu Gunung tidak
merasakan kesakitan bahkan terus melahap makanan yang tersaji, hal ini
mengakibatkan keheranan masyarakat yang akhirnya malah sang Raden Watu Gunung
dijadikan Raja diwilayah tersebut, bahkan dibuatkan keraton dan diangkat raja
dengan gelar Prabu Watu Gunung. Pada suatu ketika sang Prabu mendengar cerita
bahwa di negara Medang Kamulan terjadi peperangan yang disebabkan seorang Resi
Tama sedang memperebutkan dua orang putri yang cantik jelita, sehingga Prabu
Watu Gunung pun ingin ikut memperrebutkannya. Akhirnya Prabu Watu Gunung
bertolak ke negara Medang Kamulan lalu berhadapan langsung dengan sang Resi
Tama. Bahkan akhirnya dapat mengalahkan Resi Tama. Namun ketika Resi Tama dapat
dikalahkan Raden Watu Gunung, yang terdengar kabar di istana Medang Kamulan
adalah patihnya yang bernama Citra Dana dalam perjalanannya menuju ke istana
sang patih tersebut dielu-elukan, bahkan sang Prabu Manuk Madewa ikut
membangga-banggakan atas kesaktian patihnya. Hal ini terdengar oleh Prabu Watu
Gunung, yang menyebabkan kekecewaannya.
Singkat cerita terjadi peperangan
lagi antara Prabu Watu Gunung dengan Prabu Manuk Madewa yang akhirnya Prabu
Manuk Madewa tewas. Dan akhirnya menjadi raja di Medang Kamulan yang kemudian
kerajaan tersebut diganti nama negara Giling Wesi, bahkan dua orang putri
tersebut diangkat sebagai permaisurinya yaitu , yang pertama bernama dewi Sinta
yang ke dua dewi Landep. . Diceritakan
lagi setelah istri sang Prabu Watu Gunung, dewi Shinta melahirkan putra yang
selalu kembar sampai 13 kali ( kecuali yang nomor 14 ) sehingga jumlah putra
sang prabu 27 :
1. Raden
Wukir kembar dengan Raden Kurantil
2. Raden
Tolu kembar dengan Raden Gumbreg
3. Raden
Warigalit kembar dengan Raden Warigagung
4. Raden
Djulungwangi kembar dengan Reden Sungsang
5. Raden
Galungan kembar dengan Raden Kuningan
6. Raden
Langkir kembar dengan Raden Mandasija
7. Radem
Djulungpujud kembar dengan Raden Pahang
|
8. Kuruwelut
kembar dengan Raden Marakeh
9. Raden
Tambir kembar dengan Raden Madangkongan
10. Maktal
kembar dengan Raden Wuje
11. Raden
Manail kembar dengan Raden Prangbakat
12. Raden
Bala kembar dengan Raden Wugu
13. Raden
Wajang kembar dengan Raden Kuwalu
14. Raden
Dukut tidak kembar
|
Wukir, Kurantil, Tolu, Gumbreg,
Warigalit, Wariagung, Julungwangi, Sungsang, Galungan, Kuningan, Langkir,
Mandasiya, Julungpujud, Pahang, Kuru Welut, Marakeh, Tambir, Medangkungan,
Maktal, Wuye, Manahil, Prabangkat, Bala, Wugu, Wayang, Kulawu, Dukut. Sedangkan
dari rahim dewi Landep tidak satupun anak dilahirkan.
Ia berpermaisuri seorang putri yang sangat
dicintainya, tetapi permaisuri itu sebenarnya ialah ibunya sendiri dan ini
telah terjadi diluar pengetahuan mereka masing masing.
Rahasia itu baru diketahui, Pada
saat Negara Gilingwesi sedang paceklik, mengalami masa sulit. Harga kebutuhan
pokok melambung tinggi sehingga tak terjangkau. Di mana-mana terjadi bencana
dan kerusakan lingkungan. banyak rakyat kecil yang sengsara. Sering terjadi
gerhana Matahari dan gerhana Bulan, hujan salah musim, gempa bumi sehari tujuh
kali. Itu semua menjadi tanda bahwa tidak lama lagi negara Gilingwesi akan
mengalami kerusakan hebat.
Prabu Watu-Ggunung sedih melihat
kesengsaraan rakyatnya. Adakah kesalahan besar pada diriku? Menurut kepercayaan
yang ada jika sang raja melakukan dosa atau kesalahan yang besar negara dan
raktyanya akan ikut menanggung kutukan. Namun pertanyaan Prabu Watu-Gunung
tidak mudah untuk dijawab.
Pada suatu sore, Prabu Watu-Gunung
tiduran di balai panjang, kepalanya berbantal paha dewi Sinta istrinya. Ketika
tangan Sang Dewi membelai rambut Sang Prabu, terkejutlah ia melihat luka di
kepala Prabu Watu-Gunung. Dewi Sinta bertanya kepada suaminya, dengan suara
yang bergetar dan dalam.
“Kanda Prabu, mengapa ada luka di
kepala? Berceritalah Kakanda, aku sangat ingin mengetahuinya.”
Prabu Watu-Gunung menceritakan masa
kecilnya, ketika ia ribut meminta enthong (alat untuk mengaduk nasi yang dibuat
dari kayu) yang sedang dipakai ibunya mendinginkan nasi, sehingga diantara ibu
dan anak itu saling tarik menarik enthong. Si ibu marah, dengan spontan
memukulkan enthong tersebut pada kepala Watu-Gunung hingga berdarah.
Watu-Gunung menangis. Tangisnya tidak semata-mata rasa perih karena kulit
kepalanya sobek sehingga darah keluar bercampur keringat. Namun hatinyalah yang
pedih, karena gara-gara enthong, ibunya yang selama ini ia jadikan sumber kasih
sayang begitu tega mencelakai dirinya. Bocah kecil berusia sekitar 6 tahun
tersebut lari meninggalkan rumah. Walaupun tidak mempunyai tujuan, ia tidak
berniat pulang, karena di rumah sudah tidak ada lagi cinta yang tulus dari
seorang ibu.
“Sampai sekarang aku tidak pernah
berusaha mencari kabar tentang ibuku, apakah masih hidup ataukah sudah
meninggal. Jika masih hidup pun sudah tidak ada lagi cinta yang mengalir di
sana.”
Mendengar cerita sang Prabu, naluri
sebagai seorang ibu terpukul karenanya. Dewi Sinta teringat anaknya yang pergi
dan tidak pernah pulang, karena hal yang sama seperti yang dialami
Watu-Gunung.. Perasaannya semakin kuat mengatakan bahwa anak di pukul dengan
enthong puluhan tahun lalu itu adalah prabu Watu-Gunung, yang sekarang menjadi
suaminya.
Dewi Sinta tak kuasa menahan
kesadarannya, ia terjatuh tak sadarkan diri. Prabu Watu-Gunung terkejut penuh
keheranan, Apakah penuturan masa kecilnya telah menyinggung perasaannya? Atau
ada penyakit tertentu yang menyebabkan istrinya dengan tiba-tiba jatuh tak
sadarkan diri?
Tak tergambarkan seberapa besar dan
dalam kesedihan dan rasa sesal dewi Sinta, karena Prabu Watu-Gunung yang
menjadi suaminya dan telah memberikan benih untuk 27 anaknya, adalah anaknya
sendiri.
Oh Dewa hukuman apakah yang patut
ditimpakan kepada kami berdua atas dosa besar ini? apakah dosa ini pula yang
menyebabkan negara Gilingwesi mendapat kutukan?
Semenjak kejadian itu, dewi Sinta,
tidak banyak bicara, wajahnya murung. Pelayanan prabu Watu-Gunung dan dewi
Landep tidak mampu mengurangi kesedihnnya.
Ia tidak akan membuka aib ini kepada
siapapun termasuk kepada suaminya yang juga anaknya. Diam-diam ia berusaha
mencari jalan agar lepas dari Sang Prabu. Entah apa yang menyebabkan tiba-tiba
dewi Sinta mempunyai rekadaya untuk menyingkirkan sang Prabu dari muka bumi.
Pada suatu waktu yang dianggap baik,
dewi Sinta mengungkapkan maksudnya kepada prabu Watu-Gunung demikian.
“Jika keluhuran Sang Prabu akan
menjadi sempurna, hendaknya sang prabu memperistri bidadari Suralaya.”
Pikir dewi Sinta jika Prabu
Watu-Gunung melamar bidadari Suralaya, pasti akan terjadi perang, dan Sang
Prabu akan gugur berhadapan dengan para dewa. Itulah jalan yang dapat
melepaskan dari suaminya yang juga anaknya dan sekaligus mengubur aib dalam
hidupnya..
Prabu Watu-Gunung menyambut saran
isterinya dengan penuh semangat. Maka demi maksud tersebut, sang prabu segera
memerintahkan kepada para punggawa dan keduapuluh tujuh anaknya untuk
menghimpun pasukannya masing-masing. Segera setelah ribuan pasukan selesai
disiapkan, dan
memerintahkan prabu Raden Prangbakat untuk naik ke kahyangan bertemu dengan
Bathara Guru lalu memohon seorang bidadari bernama dewi Sri untuk diperistri
sang Prabu dengan cara tebak-tebakan.
Diceritakan di kahyangan: Djunggring
Salaka Sang Hyang Guru : Resi Narada didatangi oleh Raden Prangbakat atas pesan
bapaknya : dengan membawa dua buah ayam peking dimana Bathara Guru (putra
Bathara Wisnu) dipersilahkan menebak mana yang jantan dan mana yang betina.
Bathara Wisnu menjawab “yang betina adalah yang bertelinga bolong dan yang
jantan yang bertelinga mampat”. Namun dalam ceritanya di kahyangan niat Watu
Gunung dianggap merusak tatanan wilayah kahyangan kemudian Bathara Wisnu
memimpin untuk (Ngluruk)-mendatangi sang Prabu di Gilingwesi akhirnya
terjadilah peperangan para dewa dengan sang prabu didahului dengan perang
putra-putra sang prabu yang dikepung oleh pasukan para dewa. Dalam peperangan
tersebut yang dipimpin oleh Prabu Watu Gunung sendiri ternyata sulit
dikalahkan. Akhirnya Bathara Wisnu mencari tahu kelemahan sang prabu dari
putranya sendiri yaitu Raden Srigati yang kemudian Raden Srigati mengutus Wil
Awuk sebagai mata-mata untuk mengetahui kelemahan Watu Gunung. Wil Awuk merubah
dirinya menjadi ular kecil (ulo kisi) diceritakan Wil Awuk berhasil masuk ke
tempat pelaminan sang prabu yang pada saat itu sedang menceritakan tentang
kesaktiannya kepada sang dewi Shinta yang disana sempat diceritakan tentang
rahasia kelemahan sang prabu dimana hari naasnya jatuh pada hari anggara kasih
jam 12 siang (bedug awan) yaitu pada hri yang sama saat kelahiran Raden Galungan
yang juga bersamaan saat Watu Gunung mengalahkan Prabu Manuk Madewa. Kelemahan
ini akhirnya dipakai oleh Bathara Wisnu untuk menumpas kerajaan Gilingwesi dan
akhirnya tumpaslah sudah kerajaan tersebut. Pada akhirnya diceritakan dewi
Shinta dan dewi Landep masih hidup dan menangis memohon Sang Hyang Jagad Noto
untuk memohon keadilan kemudian turunlah Resi Narada diutus untuk
memberitahukan sebab musababnya yang ternyata disebabkan kesalahannya sendiri
yaitu memberitahukan kelemannya kepada Sang Dewi Shinta dimana terdengar oleh
Wil Awuk.
Sebagai gantinya sang dewi akan
dikabulkan permintaannya asalkan tidak meminta hidupnya kembali sang Watu
Gunung besarta putranya sedangkan permintaan sang dewi Shinta hanya ingin Watu
Gunung dan semua putranya dimaafkan kesalahannya dan masuk surga bersama-sama
dengan dewi Landep. Permohonan ini dipenuhi oleh Sang Hyang Jagad dimana
urut-urutan masuk surga adalah :
1. Dewi
Shinta
2. Dewi
Landep
kemudian
diikuti ke-27 putranya yang terakhir Watu Gunung (no 30)
oleh
Bathara Wisnu ke tiga puluh nama tersebut dijadikan dasar perhitungan Wuku
WUKU dan KELAHIRAN
Tiap-tiap wuku mempunyai watak sendiri-sendiri. Watak wuku dapat dipergunakan untuk mengetahui dasar watak bayi lahir :
Tiap-tiap wuku mempunyai watak sendiri-sendiri. Watak wuku dapat dipergunakan untuk mengetahui dasar watak bayi lahir :
1. Sinta..dewanya sangyang Yamadipati = seperti pendita, wataknya seperti raja, banyak tingkah, keras, bahagia, kaya harta benda. Memanggul tunggul = mempunyai kesenangan hidup. Kaki belakang direndam dalam air = perintahnya panas depan dingin belakang. Pohonnya : Kendayakan = jadi pelindung orang sakit, orang sengsara dan orang minggat.
|
Burungnya : Gagak = mengerti petunjuk gaib. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Bahayanya : Setengah umur. Tangkalnya : selamatan nasi pulen beras sepitrah dikukus, lauknya daging kerbau seharga 21 keteng dimasak pindang, membelinya tidak menawar. Selawatnya 4 keteng. Doanya : Tolak bilahi. Candranya : Endra = gemar bertapa brata, angkuh, suka kepada kepanditan. Ketika kala wuku berada ditimu laut, selama 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
2. Landep.dewanya sangyang Mahadewa = bagus rupanya, terang hatinya, gemar bersemadi. Kakinya direndam dalam air = perintahnya keras didepan kendur dibelakang, kasih sayang. Pohonnya : Kendajakan = jadi pelindung orang sakit, orang sengsara dan orang minggat. Burungnya : Atatkembang = jadi kesukaan para agung, jika menghambakan diri jadi kesayangan. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir.
|
Bahayannya : korobohan pohon. Tangkalnya : Selamatan tumpeng beras sepitrah dikukus. Lauknya daging rusa dicacah lalu dibakar. Selawatnya 4 keteng. Doanya : Kabul. Candranya : Surating raditya = tajam ingatannya, dapat mengerjakan segala pekerjaan, dapat menggrirangkan hati orang lain.
3. Wukir.dewanya sangyang Mahayekti = besar hatinya, menghendaki lebih dari sesama. Tunggalnya : didepan = akhirnya hidup senang. Menghadapi air di jembung besar = baik budi pekertinya. Pohonnya : Nagasari = bagus rupaya, sopan-santun, jika bekerja dicintai oleh majikannya. Burungnya : Manyar = tak mau kalah dengan sesama, dapat mengerjakan segala pekerjaan. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Bahayanya : dianiaya.
|
Penaangkalnya : selamatan nasi uli, beras sepritah dikukus, daging ayam ayam putih dimasak pakai santan dan sayur lima macam. Selawatnya 4 keteng. Doanya rajukna. Candranya : Gunung artinya jika didekati sulit dan berbahaya jika dilihat dari jauh menyedapkan pemandangan. Ketika kolo wuku berada ditenggara, dalam 7 hari tidak boleh mendatangi tempat kolo.
4. Kurantil.dewanya sangyang Langsur = pemarah. Memanggul tunggal = akhirnya mendapat kesenangan hidup. Air dalam jimbung besar disebelah kiri = serong hatinya. Pohonnya : Ingas = tak dapat untuk berlindung, karena panas. Burungnya : Salinditan = tangkas. Gedungnya terbalik didepan = murah hati. Bahayanya : jatuh memanjat.
|
Penangkalnya : selamatan tumpeng beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam lereng dipecal. Selawatnya 7 keteng. Doanya : rajukna dan pina. Candranya : Woh-wohan = tak tentu rejekinya.Ketika kolo wuku berada dibawah, dalam 7 hari tak boleh turun dari gunung dan tak boleh menggali tanah.
5. Tolu.dapat menyenangkan hati orang lain, kalau marah berbahaya, tak dapat dicegah, Tunggulnya : dibelakang = kebahagiannya terdapat dibelakang hari. Pohonnya : Wijayamulya = sangat indah rupanya, tajam roman mukanya, tinggi adat-istiadatnya, teliti, suka pada kesunyian, selamat hatinya. Burungnya : Branjangan = riang tangan, cepat bekerjanya. Gedungnya didepan = suka memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Bahayanya = ditanduk atau disiung.
|
Penangkalnya : selamatan nasi uduk beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam dimasak dengan santan. Selawatnya 3 keteng. Doanya : Kabul. Candranya : Wangkawa = angkuh, tidak tetap, suka bohong.Ketika kolo wuku berada dibarat-laut, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
6. Gumbreg.dewanya sangyang cakra = keras budinya, segala yang dikehendakinya segera tercapai, tak mau dicegah, pengasih. Kakai sebelah yang didepan direndam dalam air = perintahnya dingin didepan, panas dibelakang. Pohonnya : beringin = jadi pelindung keluarganya, budinya tinggi. Burungnya : ayam hutan = liar, dicintai oleh para agung, suka tinggal ditempat sunyi. Gedungnya dikirikan = penyayang, jika marah taka sayang kepada harta bendanya.
|
Bahayanya : tenggelam atau kejatuhan dalam. Tangkalnya : selametan nasi pulen beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam berumbun yang masih muda dan daun-daun 9 macam. Selawatnya 4 keteng. Doanya : Rajukna. Candranya : Geter nekger ing wijati = hening pikirannya, perkataannya nyata redhoan.Ketika “kala wuku” berada di Selatan menghadap utara, dalam 7 hari tidak boleh memandang wajah kala.
7. Warigalit, dewanya sangyang asmara = bagus rupanya sering lawin, cemburuan, sedihan hati, sulit dijalani, tidak mau berhenti. Pohonnya : sulastri = bagus rupanya, banyak yang cinta. Burungnya : kepodong – cemburuan, tak suka berkumpul dengan orang banyak. Bahayanya : tersangkut suatu perkara.
|
Tangkalnya : selametan nasi urap beras sepitrah dikukus, lauknya daging kerbau ranjapan (pembelian bersama-sama), dimasak getjok. Selawatnya 8 keteng. Doanya : tolak bilahi. Candranya : kaju kemladean ngajak sempal = dimana-mana dapat tumbuh. Ketika “kala wuku” berada diatas, dalam 7 hari tidak boleh mendatangani tempat kala.
8. Warigagung, dewanya sanghyang mahajekti = berat tanggungannya, berkeinginan. Tunggulnya : dibelakang – rejekinya dibelakang hari. Pohonnya : cemara = rame bicaranya, lemah lembut perintahnya dan dihormati. Burungnya : betet = keras kemauannya, pandai mencari kehidupan. Gedungnya dua buah dibelakang dan didepan = ichlasnya hanya setengah. Bahayanya : dimarahi temannya.
|
Penangkalnya : selamatan nasi uduk bers sepitrah dikukus, lauknya daging bebek dimasak gurih dan daun-daunan 5 macam. Selawatnya 5 keteng. Doanya : rasul. Candranya : Ketug lindu = menepati perkataannya, jika marah menakutkan, tidak mau menerima takdir. Ketika “kala wuku” berada di utara menghadap ke selatan, dalam 7 hari tidak boleh mendatangani tempat kala.
9. Julungwangi, dewanya sanghyang sambu = tinggi perasaannya, tidak boleh disamai. Mengahadap air dijembung = pradah ikhlasan, akan tetapi harus diperlihatkan harum = dicintai oleh orang banyak. Burungnya kutilang = banyak bicara dan perkataannya dipercayai orang, dicintai para pembesar.
|
Bahayanya : diterkam harimau. Tangkalnya : selamatan nasi pulen beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam brumbun dan uang suwang (+/- 81 ½ sen). Selawatnya : kucing. Doanya Tolak bilahi. Candranya : kasturi arum angambar = segala kehendaknya belum terjadi telah tersiar banyak yang cinta.
10. Sungsang, dewanya sanghyang gana = pemaranh, gelap hati. Air dijebung didepannya +/- pradah, ikhlasan, harus diperlihatkan pemberiannya, banyak rejekinya. Pohonnya : tanganan = tak suka menganggur, keras budinya, suka kepada kepunyaan orang lain. Burungnya : nori = pemboros, jauh kebahagiaannya, murka. Gedungnya terbalik dibelakang = ikhlasan dengan tidak pakai perhitungan.
|
Bahayanya : kena besi. Tangkalnya : selamatan nasi megana dan tumpeng betas 2 pitrah, daun-daunan 9 macam dicampur dalam tumpeng. Selawatnya 10 keteng. Doanya : Kabul. Candranya : sekar wora-wari bang = besar amarahnya, tetapi mudah dicegah. Ketika “kala wuku” berada di timur dalam 7 hari tidak boleh mendatangani tempat kala.
11. Galungan, dewanya sangyang Komajaya = tetap hatinya, dapat melegakan hati susah, cinta pada perbuatan baik, jauh kepada perbuatan jahat. Memangku air dalam bokor =suka bersedekah, pengasih, sedikit rejekinya. Pohonnya : Tanganan = ringan tangan, tak mau berhenti, keras budinya, suka kepada kepunyaan orang lain. Burungnya : Bido = besar nafsunya, murka.
|
Bahayanya : berselisih.Penangkalnya : selamatan nasi beras sepitrah dikukus, lauknya daging kambing. Doanya : Selamat pina. Candranya : peksi wonten ing luhur = jika mencari hasil dengan menundukkan kepala, sebab gora-goda. Ketika kolo wuku berada di selatan daya, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
12. Kuningan, dewanya sangyang Indra = melebihi sesama, tinggi derajatnya. Pohonnya : Wijayakusuma = rupanya sangat indah, sangat puaka, tinggi budinya dan teliti, menghindari keramaian, selamat hatinya. Burungnya : Urang-urangan = cepat bekerjanya, lekas marah, pemalu.
|
Gedungnya dibelakang, jendelanya tertutup = hemat. Bahayanya = diamuk..Penangkalnya : selamatan nasi punar beras sepitrah dikukus, lauknya daging kerbau membelinya beramai-ramai, digoreng. Selawatnya 11 keteng. Doanya : Kabul. Candranya : Garojogan = rame bicaranya, banyak bohong.Ketika kolo wuku berada di Barat, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
13. Langkir, dewanya sangyang Kala menggigit bahunya sendiri = besar nafsunya, tidak sayang kepada badannya sendiri, yang melihat takut, buruk adat-istiadatnya, tidak mau menurut, murka, banyak larangan. Pohonnya : Ingas dan cemara tumbang = panas hati, tak boleh didekati orang,
|
Penangkalnya : selamatan nasi uduk beras sepitrah dikukus, lauknyadaging kambing dan ikan dimasak pakai santan, sayuran secukupnya. Selawatnya 5 keteng. Doanya : Slametpina. Candranya : Redi gumaludug = bicaranya menakutkan, tetapi tidak mengapa.Ketika kolo wuku berada di selatan daya, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
14. Mandasia,dewanya sangyang Brama, kuat budinya, pemaran, tak mau memberi ampun, jika marah tak dapat dicegah, tegaan. Pohonnya : Asam = kuat dan dicintai orang banyak, jadi pelindung sengsara. Burungnya : Platukbawang = kuat budinya, cepat pekerjaannya, tidak sabaran. Gedungnya terguling didepan = hemat dan banyak rejekinya. Bahayanya : Kena api dan dijahili orang.
|
Penangkalnya : selamatan nasi merah beras sepitrah dikukus, sayur bayam merah, daging ayam merah dipindang dan bunga setaman yang merah. Selawatnya uang baru 40 keteng. Doanya : Slamat. Candranya : Watu item munggeng papreman lan wreksa gung lebet tancepnya = sabar, tetapi jika marah kejam.Ketika kolo wuku berada diatas, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
15. Djulungpujut, dewanya sangyang guretno, = suka kepada keramaian, tersiar baik, mempunyai kedudukan yang lumayan. Menghendaki bukit = besar kemaunnya, tak suka diatasi, menghendaki memerintah. Pohonnya : Rembuknya = indah warnanya, tidak berbau, dimana-mana jadi kunjungan orang.
|
Burung : Prijohan = besar kemauannya, halus budinya. Bahayanya : diteluhPenangkalnya : selamatan tumpeng beras sepitrah dikukus, daging ayam merah dipanggang, daun- daunan 9 macam. Selawatnya 30 keteng. Doanya : Balasrewu dan Kunut. Candranya : Palwa ing samodra = kesana-kemari mencari nafkah, rejekinya tidak kurang.Ketika kolo wuku, berada di utara dan selatan, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
16. Pahang, dewanya sangyang tantra = perkataannya melebihi sesama, tidak sabaran |
Bahayanya : dianiaya.Penangkalnya : selamatan nasi uduk beras sepitrah, lauknya daging ayam dimasak sansan, daun-daunan 11 macem. Selawatnya 9 keteng. Doanya : Rasul.Candranya : Pulo katinggal saking tebih = tersiar semua tingkah lakunya, lahirnya suci, batinnya kotor, angkuh, selalu susah.Ketika kolo wuku berada di Barat-Laut dalam 7 hari tak boleh mengunjungi tempat kala.
17. Kuruwelut, dewanya sanhyang wisnu : tajam ciptanya, tinggi dan selamat budinya, melebihi sesama dewa. Memanggul : cakra = tajam hatinya, berhati-hati. Pohonnya : parijata = jadi pelindung dan besar kebahagiaannya. Burungnya : puter = jika berbicara mula-mula kalah, akhirnya menang, tidak pernah bohong, tidak suka terhadap perkataan yang remeh. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, puaka tak dapat dipermudah. |
Bahayanya : kena racun daun. Tangkalnya : selamatan bermacam-macam sayuran, jajan pasar, sekar boreh, tindihnya uang lama sebaranDoanya : tawil. Candranya : tirta wening = sedikit bicaranya, suci hatinya, diturut perintahnya, jadi tempat pengungsian. Ketika “kala wuku” berada diatas, dalam 7 hari tidak boleh mendatangitempat kala.
18. Mrakeh, dewanya sangsyang surenggana = tawakal hatinya, agak ingatan, berkesanggupan, berani kepada kesulitan. Tunggulnya membalik = lekas hidup senang. Pohonnya : Trengguli = buahnya tidak berguna. Tak mempunyai burung = tak boleh disuruh jauh, tentu mendapat bahaya. Gedungnya dipanggul = memperlihatkan pemberian. Bahayanya : tenggelam. |
Tangkalnya : selamatan nasi uduk, daging ayam mulus dimasak dengan santan dan bermacam-macam ketan. Selawatnya 100 keteng.Doanya : tolak bilahi. Candranya : pandam ageng amerapit = tawakal, mempunyai hati kasihan kepada orang miskin. Ketika “kala wuku” berada di utara, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
19. Tambir, dewanya sanghyang siwa = lahir dan batinnya berlainan. Pohonnya : Upas = tak dapat untuk berlindung, panas perkataannya. Burungnya : prenjak = sombong, suka membuat perkabaran yang mengherankan, tahu petunjuk gaib. Gedungnya 3 tertutup semua = lokek dan dengki, tak bisa kaya hanya cukup saja. Bahayanya : terkena pasangan. Tangkalnya : selamatan nasi pulen beras sepitrah diliwet, lauknya daging bebek dan ayam dipindang, kuah merah dan putih dan ketimun 25 buah. |
Selawatnya : pisau baja dan jarum satu. Doanya : slamet pina. Candranya : idune lir upas ratjun = dihargai semua perkataannya. Ketika “kala wuku” berada di barat daya, dalam 7 hari tidak boleh mengunjungi tempat kala.
20. Madangkungan, dewanya sanghyang basuki : ahli bicara, tawakal, tetap hatinya. Pohonnya : plasa = hanya jadi perhiasan hutan, tidak ada gunanya. Burungnya : pelug = suka tinggal di air, suka tinggal ditempat sunyi. Gedungnya di atas = mendewa-dewakan kekayaannya, tawakal, hemat. Bahayanya : dibunuh pada waktu malam. Tangkalnya |
Selamatan nasi punar beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam kuning (wiring kuning) dan berumbun, digoreng, jenang merah pada waktu hari kelahirannya. Selawatnya : 5 keteng. Doanya : ngumur. Candranya : umajang kang tetabuhan = menepati perkataan, dan dapat menyenangkan hati orang lain. Ketika “kaa wuku” berada di timur, dalam 7 hari tak boleh mendatangi kala.
21. Maktal, dewanya sanghyang sakri = burus hatinya, baik pekerjaannya. Pohonnya : nagasari = bagus rupanya, lemah lembut tutur katanya, dicintai oleh pembesar. Burungnya : ayam hutan = liar dan tinggi budinya, banyak tanda-tandanya akan mendapat bahagia, suka tinggal ditempat sunyi. Gedungnya ditumpangi tunggal = kaya benda dan dihormati. Bahayanya = bertikai. |
Tangkalnya : selamatan nasi uduk, daging ayam dan bebek dimasak 2 macam, dipindang dan dimasak dengan santan, niatnya : ngrasul. Selawatnya 4 keteng. Doanya : rasul. Candranya : lesus awor lan pancawara = lebar pemandangannya, dalam pikirannya. Ketika “kala wuku” berada di timur laut, dalam 7 hari tak boleh mendatangi kala.
22. Wuje, dewanya betara kuwera = menggirangkan hati orang lain, perkataannya lurus dan mengherankan, singkat hati, tetapi sebentar baik. Memasang keris terhunus disebelak kaki = waspada dan tajam hatinya. Pohonnya : Tal = panjang umurnya, besar tanda kebahagiannya, kuat dan tetap hatinya. Burungnya : gogik = cemburuan, tak suka kepada keramaian. Gedungnya terlentang didepan = pengasih. |
Bahayanya : diteluh. Tangkalnya : selamatan jajan pasar secukupnya dan bermacam-macam ketan seharga sataksawe (+/- 10 sen). Yang dibeli dahulu madu untuk selanunggal rum arum = peteng hati, sukar dijalani, suka kepada bau harum, besar kehendaknya. Ketika “kala wuku “ berada di barat, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
23. Manahil, dewanya sangyang Citragatra = menjunjung diri sendiri, dapat berkumpul ditempat ramai, angkuh, selalu bersedia-sedia untuk membela diri. Air dijembung dibelakangnya = Arum perintahnya, akan tetapi tak mempunyai pangkat |
Pohonnya : Tageron = sedikit faedahnya, liat hatinya. Burungnya : Sepahan = liar budinya, tajam pikirannya. Bahayannya : terkena senjata tajam.Penangkalnya : selamatan nasi liwet beras sepitrah, lauknya daging ayam dan ikan, sayuran secukupnya, sambal gepeng. Selawatnya 8 keteng. Doanya : Selamat tolak bilahi. Candranya : Trenggana abra ing wijit = sabar segala kemauannya, tak suka menganggur, banyak kemauannya.Ketika kala wuku berapa di Tenggara, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
24. Prangbakat, dewanya sangyang Bisma = pemarah, tangkas, pemalu, memperlihatkan watak prajurit, menghendaki jadi pemimpin orang, lurus pembicaraannya, segala yang dikehendaki tak ada sukarnya. Kakinya kanan direndam dalam air jembung = perintahnya dingin didepan panas dibelakang. Pohonnya : Tirisan = panjang umurnya, cukup rejekinya, tetap pikiranya. |
Burungnya : urang-urangan = cepat kerjanya. Bahayanya : memanjat atu karena tingkahnya sendiri. Tangkalnya : selamatan nasi tumpeng beras sepitrah, lauknya daging sapi, dimasak bumbu manis, sayuran secukupnya. Selawatnya : pacul. Doanya : aelamat pina. Candranya : wesi trate pulasani = keras hatinya, cepat kerjanya, pemberi, jujur, belas kasihan. Ketika “kala wuku” berada dibawah, dalam 7 hari tak boleh turun dari gunung dan menggali tanah.
25. Bala, dewanya batari Durga = suka berbuat huru-hara, takut yang mendengar, jahil, suka bercampur dengan kejahatan, tak asa yang ditakuti, pandai sekali bertindak jahat. Pohonnya : cemara = ramai bicaranya, lemah lembut perintahnya |
Burungnya : Ayam hutan = liar budinya, dicintai oleh pembesar, tinggi budinya, banyak tanda-tanda akan mendapat bahagia, suka tinggal ditempat yang sunyi. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah dilahir. Bahayanya : diteluh dan kena upas.Penangkalnya : selamatan nasi tumpeng beras sepitrah dikukus, sayur 7 macam, panggang ayam hitam. Selawatnya 40 keteng. Doanya : Rajukna : Udan salah mangsa = rejekinya dari jual beli.Ketika kala wuku berada di Barat-Laut, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
26. Wugu, dewanya sangyang Singajala = banyak akal, lekas mengerti, baik budinya. Pohonya : Wuni sedang berbuah = siapa yang melihat bagaikan mengidam, akantetapi jika telah makan, mencela, banyak rejekinya. Burungnya : Podang = cemburuan, tidak suka berkumpul. Gedungnya tertutup dibelakang = hemat dan pendia. Bahayanya : digigit ular dan disia-sia. |
Penangkalnya : selamatan nasi pulen beras sepitrah dikukus dan bermacam-macam ketan, jajan pasar, lauknya daging bebek putih sejodoh dimasak dengan santan. Selawatnya 10 keteng. Doanya: Selamat. Candranya : awang-uwung = baik budinya.Ketika kala wuku berada di sebelah Selatan, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
27. Wayang, dewanya batari Sri = banyak rejekinya, pradah, bakti, teliti, dingin perintahnya dicintai oleh orang banyak. Jembung berisi air didepan dan duduk disitu = sejuk hatinya, sabar, rela hati, akan tetapi harus diperlihatkan pemberiannya. Pasang keris terhunus = perintahnya mudah didepan, sukar dibelakang. Pohonnya = Cempaka = dicintai oleh orang banyak |
Burungnya = Ayam hutan = dicintai oleh pembesar, liar budinya, angkuh, senang tinggal ditempat yang sunyi. Bahayanya : kenah tulah dan difitnah.Penangkalnya : selamatan nasi tumpeng beras sepitrah dikukus, daging kambing kendit dimasak macam-macam ketan, ayam dimasak sesukanya, sayuran secukupnya. Selawatnya 40 keteng. Doanya : selamat. Candranya : damar murub, bumi langit = selamat, banyak ilmunya.Ketika kolo wuku berada diatas, dalam 7 hari tak boleh naik.
28. Kulawu, dewanya sangyang Sadana = kuat budinya, besar harapannya. Duduk dijembung berisi air ditepi kolam = sejuk hatinya, dingin perintahnya. Membelakangi senjata tajam = pikirannya terdapat dibelakang, agak tumpul. Pohonnya : Tal = panjang umurnya, besar harapannya, kuat budinya. |
Burungnya : Nori, boros, murka. Gedungnya didepan = memperlihatkan kekayaannya, pradah hanya lahir. Bahayanya : terkena bisa. Penangkalnya : selamatannasi golong beras sepitrah dikukus, lauknya daging ayam dan bebek yang berwarna merah, ikan dan daging burung, dimasak sekehendahnya. Selawatnya 5 keteng. Doanya : Kabula. Candranya : Bun tumetes ing sendang = ketika kecil miskin, akhirnya besar kebahagiannya, banyak rejekinya.Ketika kala wuku berada di Utara, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
29. Dukut, dewanya sangyang Sakri = keras hatinya. Menghadapi keris terhunus = waspada, tajam pikirannya, segala yang dilihatnya ingin mempunyainya. Pohonnya : Pandan wangi = kiri tempatnya, dengki, tak boleh didekati. Burungnya : Ayam hutan = dicintai oleh para pembesar, liar dan tinggi budinya, besar harapannya, suka tinggal ditempat sunyi. |
Membelakangi gedungnya = hemat dan pendiam. Bahayanya : dimedan perang.Penangkalnya : selamatan nasi tumpeng beras sepitrah dikukus, lauknya panggang ayam putih mulus dan ayam brumbun. Selawatnya satakswawe. Doanya : Slamet. Candranya : tunggul asri sesengkeraning nata = bagus rupanya, penakut.Ketika kala wuku berada di Barat, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kala.
30. Watugunung, dewanya sangyang Antaboga dan batari Nagagini. Antaboga = senang tinggal dilaur kota untuk bertapa. Nagagini = gemar kepada asamara. Menghendaki janji = suka berapa ditempat yang sunyi, jika menjadi pendita, mendapat kehormatan, gemar bersemedi, sedihan hati. Pohonnya : Wijayakusuma = indah warnanya, sangat puaka, tinggi budinya, tidak suka pada keramaian, selamat hatinya, angkuh, teliti. Burungnya : Gogik = cemburu. Bilahinya : dianiaya. |
Penangkalnya : selamatan beras sepitrah dikukus, lauknya daging binatang yang diburu, binatang berliang, burung, semuanya yang halal, dimasak bermacam-macam jenang, daun-daunan 7 macam. Selawatnya 9 keteng. Doanya : Mubarak. Candranya : Lintang wulan keraianan = terang hatinya, tetapi tidak bercahaya.Ketika kala wuku berapa di timur, dalam 7 hari tak boleh mendatangi tempat kolo.
Kterangan
:
Watugunung adalah juga nama wuku.
Dengan wuku dimaksud hitungan hari bulan yang pada tiap bagian menerangkan
perihal hari lahir seseorang dengan disertai ramalan kehidupannya sehubungan
dengan hari lahirnya itu.
Dipandang sepintas lalu, ramalan
tersebut tampaknya seperti takhayul, tetapi kalau diteliti benar-benar ada
hubungannya juga sebenarnya dengan perhitungan waktu di bumi yang senyatanya,
misalnya perihal hujan, segala perhitungan mengenai masa banyak cocoknya dan
bukan takhayu1 belaka.
Jalannya perhitungan waktu
berturut-turut, sambung-menyambung dengan tiap hari Minggu.
Menurut riwayatnya, wuku-wuku adalah
nama-nama 30 orang. Pada setiap orang dikaitkan seorang Dewa yang dianggap
sebagai orang tua orang itu. Setiap wuku dimiliki oleh seorang Dewa dan
dianggap sebagai putra Dewa itu. Jadi jelasnya setiap wuku mempunyai Dewanya
sendiri sendiri dan hitungan mengenai wuku itu berganti setiap hari Minggu.
Untuk mengingat nama satu-satu wuku
itu ada hafalan dalam bahasa Jawa dengan lagu dandanggula, sebagai berikut.
Sinta
Landep ,ukir Ian Kurantil, Tolu Guinbreg, Warigalit lawan, Warigagung.
Julungwange (perubahan dari kata wangi), Sungsang Galunganipun, ku (wuku)
Kuningan Langkir Mandasih (asal dari Mandasiya), Julungpujut myang Pahang,
Mrakeh Wuku Tambur (asal dari kata Tambir), Madangkungan wuku Wujwa (asal dari
Wuje), Manahil Prangbakat Bala Wugu Binggit (Wayang), Klawu (Kulawu) Dukut
Selarga (Watugunung)..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar