Sabtu, 17 Mei 2014

Tingkatan-Tingkatan Pendekatan Diri Terhadap ALLAH

Cara Berkomunikasi Dengan Allah


            Cara berkomunikasi dengan Allah dilaksanakan dalam beberapa tingkatan yaitu: syari’at, thariqat, haqiqat, dan ma’rifat.
            Syari’at adalah cara pendekatan kepada Allah dengan mengerjakan amalan badaniyah (lahir) dari segala hukum. Seperti, sembahyang, puasa, zakat, haji, berjihad di jalan Allah, dan menuntut ilmu pengetahuan. Thariqat adalah pendekatan kepada Allah dengan menguatkan kegiatan batin, misalnya: mujahadah, dan riyadlah. Cara ini untuk menempuh jalan agar manusia akhirnya mengenal dan merasakan adanya Tuhan. Cara yang lazim dilaksanakan untuk mengenal Tuhan adalah berdzikir. Haqiqat adalah proses pendekatan kepada Allah untuk menemukan kebenaran sejati. Hal ini bisa di cerna lewat sabda Nabi Muhammad SAW: “syariat itu perkataanku, thariqat itu perbuatanku, dan haqiqat itu adalah kelakuanku”. Sunah Nabi ini merupakan pelajaran yang digambarkan oleh Nabi yang sudah mengenal hakekat atau kebenaran mutlak, beliau berperilaku dan bertutur kata serta berbuat menurut ajaran yang diterimanya lewat wahyu AlQur’an. Ma’rifat adalah cara pendekatan untuk mengenal Allah atau awas terhadap Allah yang sebenar-benarnya Allah, tidak ada sesuatupun yang setara.
            Cara pendekatan tersebut dalam budaya jawa disebut sembah raga disejajarkan dengan syari’at, sembah kalbu disejajarkan dengan thareqat, sembah jiwa disejajarkan dengan hakekat Dan sembah rasa disejajarkan dengan ma’rifat. Pendekatan-pendekatan ini dilaksanakan dengan berbagai laku yang intinya semuanya untuk mencipakan hidup harmoni.
            Untuk menuju hidup harmoni manusia yang telah paham dan awas ilmu Allah akan bertindak sangat hati-hati, dan mengikuti hukum yang telah ditetapkan, karena manusia tersebut percaya bahwa baik buruk, beruntung celaka, akan terjadi akibat dari perbuatannya sendiri. Berikut ini kutipan tembangnya.
Dipun sami ambanting badanira, nyuda dhahar lan guling, darapon suda, nepsu kang ngambra-ambra, rerema ing tyas sireki, dadya sabarang, karyanira lestari. Ing pangawruh lair batin aja mamang, yen sira wus udani, mring sariranira, lamun ana kang murba, masesa ing ngalam kabirdadi sabarang, pakaryanira ugi. Bener luput ala becik lawan beja, cilaka mapan saking, ing badan priyangga, dudu saking wong liya, mulane den ngati-ati, saking dirgama, singgahana den eling
’Bekerjalah dengan membanting tulang, mengurangi makan dan minum, serta nafsu, yang merajalela, tenangkan hatimu, sehingga menyebabkan segala, perbuatanmu selamat.
Percayalah dengan pengetahuan lahir dan batinmu, kalau kamu benar-benar paham, terhadap dirimu, jika ada yang menguasaimu, menguasai alam semesta dan isinya, termasuk perbuatanmu.
Benar salah buruk baik dan keberuntungan, celaka itu semua berasal dari, dirimu sendiri, bukan dari orang lain, oleh karena itu berhati-hatilah, dari perbuatan jahat, jauhilah dan waspadalah.
            Apabila manusia memahami makna kutipan di atas dengan baik Dan mengaplikasikanya dalam kehidupan, insya Allah peradaban di bumi akan jauh dari kedengkian, tinggi hati, melepas tanggung jawab, dan suka meremehkan sesame makhluk. Tujuan inilah yang sebenarnya harus ditegakkan kembali apalagi di dunia pendidikan. Dengan terciptanya atmosfer yang seperti itu insya Allah generasi penerus bangsa ini mampu menciptakan ketertiban dunia, dan terwujud harapan memayu hayuning bawana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar