Cara
berkomunikasi dengan Allah dilaksanakan dalam beberapa tingkatan yaitu:
syari’at, thariqat, haqiqat, dan ma’rifat.
Syari’at adalah cara pendekatan kepada Allah dengan
mengerjakan amalan badaniyah (lahir) dari segala hukum. Seperti, sembahyang, puasa,
zakat, haji, berjihad di jalan Allah, dan menuntut ilmu pengetahuan. Thariqat adalah pendekatan kepada Allah
dengan menguatkan kegiatan batin, misalnya: mujahadah, dan riyadlah. Cara ini
untuk menempuh jalan agar manusia akhirnya mengenal dan merasakan adanya Tuhan.
Cara yang lazim dilaksanakan untuk mengenal Tuhan adalah berdzikir. Haqiqat adalah proses pendekatan kepada
Allah untuk menemukan kebenaran sejati. Hal ini bisa di cerna lewat sabda Nabi
Muhammad SAW: “syariat itu perkataanku, thariqat itu perbuatanku, dan haqiqat
itu adalah kelakuanku”. Sunah Nabi ini merupakan pelajaran yang digambarkan
oleh Nabi yang sudah mengenal hakekat atau kebenaran mutlak, beliau berperilaku
dan bertutur kata serta berbuat menurut ajaran yang diterimanya lewat wahyu
AlQur’an. Ma’rifat adalah cara
pendekatan untuk mengenal Allah atau awas terhadap Allah yang sebenar-benarnya
Allah, tidak ada sesuatupun yang setara.
Cara
pendekatan tersebut dalam budaya jawa disebut sembah raga disejajarkan dengan syari’at, sembah kalbu disejajarkan dengan thareqat, sembah jiwa disejajarkan dengan hakekat Dan sembah rasa disejajarkan dengan ma’rifat. Pendekatan-pendekatan ini
dilaksanakan dengan berbagai laku
yang intinya semuanya untuk mencipakan hidup harmoni.
Untuk
menuju hidup harmoni manusia yang telah paham dan awas ilmu Allah akan
bertindak sangat hati-hati, dan mengikuti hukum yang telah ditetapkan, karena
manusia tersebut percaya bahwa baik buruk, beruntung celaka, akan terjadi
akibat dari perbuatannya sendiri. Berikut ini kutipan tembangnya.
Dipun
sami ambanting badanira, nyuda dhahar lan guling, darapon suda, nepsu kang
ngambra-ambra, rerema ing tyas sireki, dadya sabarang, karyanira lestari. Ing
pangawruh lair batin aja mamang, yen sira wus udani, mring sariranira, lamun ana
kang murba, masesa ing ngalam kabirdadi sabarang, pakaryanira ugi. Bener luput
ala becik lawan beja, cilaka mapan saking, ing badan priyangga, dudu saking
wong liya, mulane den ngati-ati, saking dirgama, singgahana den eling
’Bekerjalah dengan membanting tulang,
mengurangi makan dan minum, serta nafsu, yang merajalela, tenangkan hatimu,
sehingga menyebabkan segala, perbuatanmu selamat.
Percayalah dengan pengetahuan lahir dan
batinmu, kalau kamu benar-benar paham, terhadap dirimu, jika ada yang menguasaimu,
menguasai alam semesta dan isinya, termasuk perbuatanmu.
Benar salah buruk baik dan keberuntungan,
celaka itu semua berasal dari, dirimu sendiri, bukan dari orang lain, oleh
karena itu berhati-hatilah, dari perbuatan jahat, jauhilah dan waspadalah.
Apabila
manusia memahami makna kutipan di atas dengan baik Dan mengaplikasikanya dalam
kehidupan, insya Allah peradaban di bumi akan jauh dari kedengkian, tinggi
hati, melepas tanggung jawab, dan suka meremehkan sesame makhluk. Tujuan inilah
yang sebenarnya harus ditegakkan kembali apalagi di dunia pendidikan. Dengan
terciptanya atmosfer yang seperti itu insya Allah generasi penerus bangsa ini
mampu menciptakan ketertiban dunia, dan terwujud harapan memayu hayuning bawana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar