Karamah, Keajaiban Orang Saleh
Karamah adalah keluarbiasaan pada diri seseorang diluar jangkauan akal.
Karamah adalah hal-hal luar biasa yang diberikan oleh Allah SWT kepada para wali. Jika kepada orang musyrik disebut istitroj. Kalau kepada para nabi dinamakan mukjizat. Karamah bermakna kemuliaan atau kekeramatan. Yaitu kekuatan spiritual atau keajaiban yang dianugrahkan oleh Allah Yang Maha Pemurah (Al-Karim) kepada segenap wali_Nya (auliya). Di kalangan sufi, anugrah yang paling besar adalah pengetahuan tentang Allah.
Karamah bermakna kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepada siapa saja yang dikehendaki dari hamba-Nya. Bahkan pada diri setiap keturunan Adam as, telah terdapat kemuliaan bila dibandingkan dengan makhluk lainnya. Salah satu dari macam karamah adalah ilmu yang didapat tanpa belajar (ilmun bila ta'allun), yang disebut ilmu laddunu. Istilah karamah dimaksudkan oleh para sufi untuk menunjukkan tentang keistimewaan tertentu yang dimiliki oleh para wali dan orang-orang yang saleh.
Istilah karamah tidak digunakan dalam pengertian kekuatan fisik yang dapat dimiliki oleh setiap orang, melainkan ia searti dengan istilah dalam bahasa Sansekerta Siddi, yang menunjukkan sebuah derat spiritual.
Karamah termasuk bagian dari mu'jizat para nabi. Hanya saja, bila mu'jizat bersifat otonom, karamah para wali bersifat taba'iyah, yakni mukjizat menunjukkan kebenaran seorang rasul, sedangkan karamah yang datangnya dari wali menunjukkan kejujuran dalam mengikuti syariat rasul tersebut. Oleh karena itu, ajaran yang diikutinya berarti benar. Dari alasan itu dapat disimpulkan setiap karamah bagi seorang wali adalah mu'jizat bagi para nabi.
Munculnya Karamah dikarenakan kuatnya keimanan dan ketakwaan dia kepada Allah dan disebabkan wara'nya. Kelebihan yang luar biasa itu justru menjadikan yang bersangkutan tambah beriman kepada Allah. Lebih istiqamah dalam ibadahnya. Jadi karamah itu sesungguhnya hanyalah cara Allah memberikan pelajaran kepada yang diberi karamah agar pelajaran kepada yang yang diberikan karamah agar perjalanan ruhaninya tidak berhenti, sehingga semakin menanjak, semakin naik, bukan untuk menunjukkan keistimewaannya.