Manusia
adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia diberi akal dan nafsu, sedang
makhluk lain ada yang hanya diberi akal dana ada yang hanya diberi nafsu. Nafsu
mutmainah adalah berbuat kebaikan (nafsunya Malaikat), nafsu supiyah adalah
iri, dengki (nafsunya syaiton), nafsu aluamah adalah rakus (nafsunya binatang),
dan amarah adalah pemarah (nafsu syaiton). Dan bersyukurlah manusia diberikan
semua keempat nafsu. Namun harus hati-hati menggunakan keempat nafsu, karena
keempat nafsu itu ada keburukan dan kebaikannya, harus sesuai dengan suasana
dan tempat (empan lan papan). Dalam ilmu Jawa “papat kiblat limo pancer”. Yang
empat adalah nafsu dan pancer adalah diri kita. Jadi bagaimana kita bertindak
dalam kehidupan sehari-hari, menuruti nafsu yang mana. Manusia diciptakan hanya
untuk beribadah kepada Tuhan YME. Seperti yang terkutip dalam Al-Qur’an :
manusia dan jin diciptakan hanya untuk beribadah kepadaku. Sebetulnya letak
semua permasalahan didunia ada disini.
Manusia
dalam menjalankan segala aktifitas hidupnya harus punya niat untuk beribadah.
Pertama kali semua perbuatan manusia yang dinilai adalah niatnya sesudah itu
baru perbuatannya. Maka dari itu apabila kita hendak menjalankan aktifitas
hidup hendaknya berniat untuk beribadah ” Karena Allah (Lillahi ta’ala), aku
akan menjalankan tugas hidup) Bismillahirohmannirohim”. Apabila ini semua dapat
dilaksanakan maka baru dapat dikatakan manusia berbudi luhur (dalam Islam
disebut bertaqwa).
Puncak
segala macam ibadah dalam Islam adalah Taqwa. Manusia berbudi luhur adalah
manusia yang berbakti kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Kedua orang tua
3. Guru Berbakti kepada Tuhan YME adalah menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangannya seperti yang tercantum dalam Al-Qur’anul Karim.
Namun bagi orang Islam tidak hanya itu dan lebih baik pula untuk menjalankan sunnah Nabi Muhammad saw. Karena tuntunan hidup manusia Islam dlam penjabaran dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. Beliau adalah ibarat Al-Qur’an berjalan. Berbakti kepada kedua orang tua adalah juga merupakan kewajiban kita, karena mereka berdualah kita ada dan keluar ke dunia ini. Betapa berat mereka (terutama ibu) mengandung kita selama + 9 bulan, serta membesarkan kita hingga dewasa. Betapa besar pengabdian mereka untuk membimbing kita, memberikan penghidupan kita, hingga kita dapat hidup mandiri tanpa bantuan mereka lagi. Pengabdian yang tak dapat diukur berapa jumlah dan panjangnya. Dan kita tak bisa membalas budinya hingga impas dengan apa yang mereka berikan kepada kita. (HR. Muslim ” Surga itu ada ditelapak kaki ibu”). Memahami dari hadits tsb bahwasannya surga itu ada di telapak kaki ibu, betapa besar dan agung seorang ibu menurut Islam. Hendaklah kita bersujud/sungkem kpd ibu. Dan kewajiban pula sebagai seorang anak adalah mendoakan kedua orang tua baik waktu masih hidup maupun sudah meninggal. Terkutip dalam Qur’an “terputuslah amal perkara seseorang ketika ia mati kecuali tiga perkara : Sodakoh Jariyah, anak soleh yang mendoakan orangtuanya, ilmu yang bermanfaat.
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Kedua orang tua
3. Guru Berbakti kepada Tuhan YME adalah menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangannya seperti yang tercantum dalam Al-Qur’anul Karim.
Namun bagi orang Islam tidak hanya itu dan lebih baik pula untuk menjalankan sunnah Nabi Muhammad saw. Karena tuntunan hidup manusia Islam dlam penjabaran dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. Beliau adalah ibarat Al-Qur’an berjalan. Berbakti kepada kedua orang tua adalah juga merupakan kewajiban kita, karena mereka berdualah kita ada dan keluar ke dunia ini. Betapa berat mereka (terutama ibu) mengandung kita selama + 9 bulan, serta membesarkan kita hingga dewasa. Betapa besar pengabdian mereka untuk membimbing kita, memberikan penghidupan kita, hingga kita dapat hidup mandiri tanpa bantuan mereka lagi. Pengabdian yang tak dapat diukur berapa jumlah dan panjangnya. Dan kita tak bisa membalas budinya hingga impas dengan apa yang mereka berikan kepada kita. (HR. Muslim ” Surga itu ada ditelapak kaki ibu”). Memahami dari hadits tsb bahwasannya surga itu ada di telapak kaki ibu, betapa besar dan agung seorang ibu menurut Islam. Hendaklah kita bersujud/sungkem kpd ibu. Dan kewajiban pula sebagai seorang anak adalah mendoakan kedua orang tua baik waktu masih hidup maupun sudah meninggal. Terkutip dalam Qur’an “terputuslah amal perkara seseorang ketika ia mati kecuali tiga perkara : Sodakoh Jariyah, anak soleh yang mendoakan orangtuanya, ilmu yang bermanfaat.
Berbakti
kepada Guru adalah juga merupakan kewajiban kita karena kita telah
bertahun-tahun dibimbing untuk menimba ilmu agar kita pandai, mengerti,
memahami serta mengamalkan ilmu yang telah kita peroleh. “Guru adalah pahlawan
tanpa tanda jasa”. Menilik dari mutiara tsb sangatlah sesuai dengan apa yang
telah diberikan guru untuk kita hingga kita menjadi orang yang bermanfaat bagi
agama, nusa bangsa dan seluruh umat manusia. Guru bukanlah hanya di sekolah
semata namun semua orang yang telah memberikan bimbingan ilmu kepada kita
adalah guru. “Guru digugu lan ditiru” makna yang agung bagi sebutan seorang
guru, karena ia contoh suri tauladan bagi para bimbingannya. Namun tidak terlepas
dari unsur Islam manusia berbudi luhur adalah manusia yang Eling marang
Pangeran Kang Maha Dumadi. Dan perbuatannya dapat dijadikan suri tauladan bagi
sesamannya. Jati diri manusia, ” manunggaling kawulo gusti” dalam istilah Jawa
merupakan ilmu Jawa tingkat tinggi. Manusia yang sudah bisa merasakan adanya
Tuhan dalam dirinya sendiri. Manusia seperti ini dalam segala tindak tanduknya
selalu diilhami oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Apa yang dikerjakan sesuai dengan
apa yang dirasakan. Manusia itu punya bentuk batin yang tidak kelihatan oleh
orang lain namun kelihatan oleh dirinya sendiri. Namun begitu tidak semua orang
bisa melihat bentuk batinnya ini, kalau tanpa melalui lelaku. Dengan lelaku
inilah manusia baru bisa melihat bentuk batinnya sendiri. Laku ini berat untuk
dijalani bagi orang awam. Namun orang yang bisa menjalaninya berarti orang ini
dapat dikatan orang linuwih.
Hal
laku ini seperti yang pernah dijalani dalam cerita pewayangan yaitu Brataseno
(Bimo) ketemu Dewa Ruci. Dewa Ruci adalah bentuk batinya Bimo sendiri maka
dalam pewayangan Dewa Ruci digambarkan Bimo kecil (Semua bentuk tubuhnya mirip
Bimo namun kecil). Betapa berat laku yang dijalani Bimo sehingga dia menemui
bentuk batinnya sendiri, sehingga ia bisa “manunggaling kawulo gusti”. Bisa
merasakan adanya Tuhan dalam dirinya. Badan manusia, hartanya semua ini adalah
titipan Tuhan semata yang harus dijaga agar tak diganggu oleh orang lain maupun
makhluk lain. Manusia diberi kepercayaan untuk menjaganya, dan yang dipercaya
juga harus memberikan tindakan nyata atas kepercayaan yang telah diberikan.
Yakni menggunakan badan serta harta untuk tujuan kebaikan, jangan digunakan
hanya untuk kesenangan dan kenikmatan semata, sebab titipan ini tidak untuk
dibuat kesenangan dan kenikmatan akan tetapi digunakan untuk hal-hal yang
mendatangkan barokah. Agar kelak dikemudian hari apabila titipan ini diambil
kembali oleh yang punya, tidak akan disiksa, karena salah menggunakan titipan.
“Manusia dapat dimatikan, manusia dapat dihancurkan tetapi manusia tidak dapat
dikalahkan selama manusia itu masih percaya pada dirinya sendiri.”
Manusia
dapat dimatikan oleh orang lain kalau ia dibunuh, dapat pula dihancurkan misal
ia dibakar atau digilas akan tetapi manusia tidak dapat dikalahkan kalau
manusia itu masih percaya pada dirinya sendiri (batinnya sendiri). Batin inilah
puncak segala kekuatan manusia karena batin manusia akan selamanya benar, belum
pernah ada cerita kalau batin manusia itu bohong atau salah. Karena memang
batin adalah hati kecil paling dalam yang tak akan pernah berbuat kesalahan,
Hati kecil ini memang diciptakan oleh Allah agar manusia percaya pada dirinya
sendiri sehingga akan terhindar dari bujukan dan rayuan syaiton. Manusia
berbuat benar karena Allah, manusia berbuat salah karena nafsu kemungkaran hasil
bujukan syaiton. Namun sesungguhnya kalau manusia mau percaya pada hati
kecilnya sendiri tentunya tidak akan berbuat salah. Walaupun kita sudah mati
dan berada di alam kubur kebenaran yang ada pada diri kita akan tetap hidup
untuk selamanya, karena kebenaran adalah milik Allah swt. Dan apabila kita mati
dalam kebenaran tentunya hati kita di alam barzah akan mendapat ketenangan dan
kedamaian.
Sesuai
dengan janji Allah seperti terkutip dlm Qur’an ” Orang yang berjuang di jalan
Allah (kebenaran) akan mendapatkan sorga sebagai penggantinya” Dalam Islam jati
diri manusia ya manusia itu sendiri bentuk lahir batinnya. Islam tidak
mengajarkan manusia untuk menjalankan laku seperti dalam ilmu Jawa. Bagaimana
manusia itu akan bertindak ya dia sendiri yang menentukan. Manusia hidup sudah
ditakdirkan dalam “Lauful Makhfud” Manusia tidak tahu dan tidak bisa merubah
takdir ini. Manusia hanya bisa merubah nasibnya, karena nasib manusia berada
ditangan manusia itu sendiri. Manusia hidup hanya dicipta untuk beribadah semata,
“seperti diatas”. Islam is rasional. Nabi dalam sunahnya juga tidak pernah
mengajarkan manusia untuk bertapa seperti dalam dongeng. Manusia hanya
diwajibkan islah, hijrah (menyendiri, meninggalkan tempat) apabila dalam suatu
kaumnya sudah rusak (tak bermoral) namun sudah diberi peringatan juga tidak mau
berubah. Hanya kita disunahkan untuk banyak berdzikir dan beribadah. Dalam
setiap kesempatan apapun rasanya kita bisa menjalankan kedua hal tersebut.
Namun kadang kita lupa, karena semakin banyaknya kebutuhan hidup dan semakin
rumitnya hidup ini. Jatidiri dalam Islam adalah manusia yang bertaqwa, karena
kunci menjadi manusia Islam sejati adalah Taqwa.
Manusia
diahadapan Allah yang dinilai bukanlah harta, isteri, anak, namun hanya
ketaqwaannya. Manusia yang sudah bisa menjalankan perintah serta menjauhi
larangannya. Seperti Nabi atau alim ulama lainnya yang patut dijadikan contoh.
Manusia yang seperti inilah yang sudah bisa menemukan jatidirinya. Nrimo ing
pandum (menerima apa adanya sesuai dengan pemberian rizki dari Allah swt.
Manusia yang tidak iri atau dengki melihat orang mendapat kesenangan dan
kenikmatan. Apabila ia mendapat kenikamatan rizki ia bersyukur dan apabila ia
mendapat kesusahan rizki iapun tetap bersyukur dan tidak mengeluh. Apa yang
dihadapannya dan apa yang dikerjakannya adalah merupakan takdir semata. “Sepiro
gedhening sengsara yen tinampa among dadi coba”